Jumat, 21 Maret 2008

Risalah Puasa

DAFTAR ISI :
Daftar Isi …………………………………. 2
Muqaddimah dari Penyusun …………….. 3
Makna Puasa Secara Etimologi Dan Terminologi ……………………………… 6
Hukum Puasa Ramadhan ………………… 7
Fadhilah Bulan Ramadhan 9
Urgensi Puasa Serta Keutamaannya ……… 16
Faidah-Faidah Puasa Serta Hikmahnya …. 22
Cara Yang Syar`i Menentukan Masuknya Bulan Ramadhan ………………………… 24
Hukum-Hukum Yang Berkaitan Dengan Puasa Ramadhan ………………………… 27
Etika Berpuasa …………………………… 30
Niat ………………………………………. 30
Makan Sahur …………………………… 32
Ifthar Puasa ……………………………… 35
Disunnahkan Berbuka Dengan Kurma Muda, Jika Tidak Ada Dengan Kurma Matang, Jika Tidak Ada Dengan Air …. 37
Berdo`a Ketika Berbuka ……………….. 38
Disunnahkan Mengatakan Saya Puasa ….. 38
Mendo`akan Kepada Orang Yang Menjamu Ifthar …………………………. 39
Menjaga Shalat Lima Waktu …………… 39
Memelihara Shalat Sunnah Rawatib …… 41
Memperbanyak Dzikrullah ……………… 42
Memelihara Diri Dari Perkara-Perkara … 43
Qiyamullail/ Shalat Tarawih ……………. 45
Duduk Di Masjid ………………………. 47
Tilawah/ Membaca Al-Qur`an …………. 50
Melakukan Umrah ………………………. 52
Shadaqah dan Infaq ……………………. 52
Mujahadah Pada I0 Hari Akhir …………. 55
Melakukan `Itikaf ………………………. 56
Larangan-Larangan `Itikaf ……………… 59
Menanti Datangnya Lailatul qadar ……… 59
Tanda-Tanda Lailatul Qadar …………… 65
Mengeluarkan Zakat Fitrah ……………. 66
Jenis Zakat Fitrah ………………………. 68
Waktu Zakat Fitrah ……………………… 70
Kepada Siapa Zakat Fitrah Diberikan? ….. 71
Hikmah Zakat Fitrah ……………………. 72
Hari Raya `Iedul Fitri ……………………. 72
Amalan-Amalan Hari Raya ……………… 73
Sifat Takbir Serta Macam-Macamnya …... 75
Shalat `Ied ………………………………. 75
Hukum-Hukum Yang Berkaitan Dengan-
`Iedul Fitri ……………………………….. 78
Tahni`ah (ucapan selamat) `Iedul Fitri …. 81
Puasa Enam Hari Syawwal ……………… 82
Pembatal-Pembatal Puasa ………………. 83
Perkara-Perkara Yang Membatalkan Puasa 86
Perkara-Perkara Yang Tidak Termasuk Membatalkan Puasa …………………….. 93
Beberapa Golongan Yang ………………. 102
Kadar Makanan Fidyah Yang Dikeluarkan 108
Empat Golongan Yang Mendapatkan Rukhshah Untuk Berbuka Puasa ……….. 108
Puasa-Puasa Thathawwu` ( Sunnah) ……. 109
Hari-Hari Yang Dilarang Untuk Berpuasa Padanya …………………………………. 115
Hadits-Hadits Lemah Seputar Ramadhan .. 121
Penutup ………………………………….. 124
Daftar Referensi …………………………. 126
Biografi Penyusun
مقدمة
اَلْحَمْدُ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِالله ِمِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ الله ُفَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لآَإِلَهَ إِلاَّاللهُ َوحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّّّّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْ لُهُ صَلَى الله ُعَلَيْهِ َوعَلَى آلِهِ وَأَصْحَاِبهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا َكِثْيرًا.
وَاْلحَمْدُ ِللهِ اَّلذِيْ فَرَضَ عَلَى عِبَادِهِ صِيَامَ رَمَضَانَ، وَالصَّلاَ ةُ وَالسَّلاَ مُ عَلىَ مَنْ أُنْزِلَ عَلَيْهِ اْلقُرْاَنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَان. أَمَّا بَعْدُ:
َيأَيُّهَاَّالذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُواالله َحَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تََمُوْ تُنَّ إِلاَّوَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
[ال عمران: 102]
يَأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ اَّلذِيْ خَلَقَكُمْ مِنْ نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا ِرجَالاًً كَثِيْراًً وَنِسَاءً وَاتَّقُوا الله َالَّذِيْ تَسآءَ لُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ ِإنَّ الله َكاَنَ عَلَيْكُمْ رَقِيْباً. [النساء: 1 ]
يَأَ يُّهَا اَّلذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُواالله َوَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْداً يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ الله َوَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزاً عَظِيْماً. [الأحزاب: 70-71].
فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ الله ِوَخَيْرَ اْلهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ َوسَلَّمَ وَشَرَّاْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا َوكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَة ٌوَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَ لَةٌ وَكُلَّ ضَلاََ لَة ٍفِي النَّارِ.
Segala puji milik Allah  semata, kita memuji-Nya kita memohon pertolongan-Nya, ampunan-Nya dan kita berlindung kepada Allah  dari kejahatan diri-diri kami dan kejelekan amal-amal kami, maka barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah  maka tidak ada yang bisa menyesatkannya dan barangsiapa yang Allah  sesatkan, maka tidak ada yang bisa memberi petunjuk baginya dan aku bersaksi bahwasannya tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Dia Allah  saja, tidak ada sekutu bagi-Nya dan aku bersaksi bahwasannya Muhammad  adalah hamba dan utusan-Nya.
Di hadapan anda adalah sebuah risalah yang membahas hal-hal yang penting untuk kaum muslimin dalam bulan Ramadhan, yang mencangkup hukum-hukum yang berkaitan dengan puasa, adab-adabnya, sunnah-sunnahnya, amalan-amalan yang seyogyanya seorang mu`min berlomba-lomba dalam kebajikan di dalam bulan yang penuh dengan ampunan, dilipatgandakannya ganjaran seperti shadaqah, qiyamullail dan sebagainya, dan juga kami bahas tentang zakat fitrah, hari raya, puasa-puasa sunnah, puasa-puasa yang dilarang dan juga kami bawakan beberapa hadits yang lemah seputar Ramadhan.
Dalam buku ini penulis berusaha menyampaikan permasalahan berdasarkan dalil-dalil dari al-Qur`an dan as-Sunnah as-Shahihah dan juga penjelasan para Ulama Ahlussunnah Wal Jama`ah.
Buku yang berada dihadapan anda kami beri judul: “Puasa Jalan Menuju Surga.” Kami pilih judul ini, karena puasa banyak sekali keutamaannya diantaranya adalah orang yang puasa akan memasuki Surga melalui pintu Surga apa yang disebut dengan pintu Arrayan, puasa merupakan perisai dari jilatan api Neraka dan juga puasa memiliki manfaat yang banyak sekali bagi diri seorang muslim yang ingin menggapai kehidupan bahagia fiddunnya wal akhirah.
Semoga Allah  menerima amal usah kita ini, ikhlash mengharapkan wajah Allah  dan ridha-Nya. Dan tak lupa kritik, saran serta nasihat dari sidang pembaca yang budiman kami harapkan.
ARTI PUASA SECARA ETIMOLOGI DAN TERMINOLOGI
Puasa secara bahasa (etimologi) yaitu al-imsak yang berarti menahan. Allah  berfirman:
فَكُلِىْ وَاشْرَبِىْ وَقَرِّيْ عَيْناً فَإِمَّا تَرَيِنَّ ِمنَ اْلبَشَرِ أَحَداً فَقُوْلىِ إِنّيْ نَذَرْتُ لِلرَّحْمَانِ صَوْماً فَلَنْ أُكَلِّمَ اْليَوْمَ إِنْسِيّاً  .
“Maka makan, minum dan bersenang hatilah kamu. Jika kamu melihat seorang manusia, maka katakanlah: ``Sesungguhnya aku telah bernadzar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini.” [Q.S. Maryam: 26].
Lafadz Shauman pada ayat diatas artinya menahan.
Adapun secara syara` (terminologi) artinya beribadah kepada Allah  dengan cara menahan diri dari makan, minum, hubungan suami istri dan dari setiap yang membatalkan puasa dimulai dari terbit fajar kedua (shubuh) hingga terbenam matahari dengan niat puasa sebagai bentuk ibadah kepada Allah . (Al-Fiqh al-Islami: 623).
HUKUM PUASA RAMADHAN
Puasa bulan Ramadhan hukumnya adalah fardu `ain, berdasarkan nash dari al-Qur`an dan as-Sunnah serta Ijma` kaum muslimin. Adapun nash dari al-Qur`an adalah firman Allah :
يَاأََيُّهَا اَّلِذْينَ آ مَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى اَّلذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ 
“Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” [Q.S. Al-Baqarah: 183].
Dan dalil dari sunnah, bahwasannya Rasulullah  bersabda:
(( بُنِيَ اْلإسْلاَ مُ عَلىَ خَمْسٍ. وَذَكَرَ مِنْهَا: صَوْمَ رَمَضَانَ ))
“Islam itu dibangun atas dasar lima perkara, Nabi  menyebutkannya diantaranya: Puasa Ramadhan.” [HR. Al Bukhari: 8 dan Muslim: 16].
Oleh karena itu barangsiapa yang berbuka tanpa udzur syar`i maka ia telah terjerumus ke dalam dosa besar. Umat Islam telah sepakat tentang wajibnya puasa Ramadhan dan bahwasannya puasa merupakan rukun diantara rukun-rukun Islam, oleh karena itu barangsiapa yang mengingkari tentang wajibnya puasa tersebut maka ia telah kafir, barangsiapa yang meninggalkannya karena malas melaksanakan kewajiban puasa, maka ia berada diatas marabahaya. Sebahagian Ulama berpendapat orang tersebut kafir murtad, akan tetapi pendapat yang kuat ia tidak kafir murtad tetapi ia fasiq diantara orang-orang yang fasiq. (Lihat Majmu` Fatawa Syaikh Ibnu al-Utsaimin: 19/12).
Puasa Ramadhan adalah merupakan ibadah yang Allah  wajibkan atas setiap muslim dan muslimah, baligh, berakal, mampu melaksanakannya, mukim (tidak safar) serta tidak ada penghalang yang menghalanginya seperti haidh dan nifas bagi wanita.
Allah  wajibkan berpuasa atas umat Islam sebagaimana Allah  wajibkan kepada umat-umat sebelum umat Nabi kita Muhammad . [Baca: Al-Baqarah: 183].
Pada mulanya puasa Ramadhan itu, Allah  wajibkan kepada umat Islam atas dasar attakhyir artinya memilih antara berpuasa atau tidak, akan tetapi bila tidak berpuasa maka ia berkewajiban memberikan fidyah, yaitu memberi makan setiap harinya seorang miskin [Zaadul ma`ad: 2/30-31]
Kemudian tahapan berikutnya Allah  wajibkan berpuasa tanpa takhyir ketika turun ayat:
فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
“Karena itu, barangsiapa diantara kamu hadir (di Negeri tempat tinggalnya) dibulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.” [QS. Al-Baqarah: 185].
KEUTAMAAN BULAN RAMADHAN
1. Sesungguhnya Puasa Ramadhan Itu Merupakan Rukun Yang Keempat Diantara Rukun Islam.
Allah  berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” [Q.S. Al-Baqarah: 183].
2. Pada Bulan Ramadhan Diturunkannya Al-Quran, Sebagi Petunjuk Bagi Umat Manusia.
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْ أُنْزِلَ فِيْهِ اْلقُرْانُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ اْلهُدَى َواْلفُرْقَانِ 
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang didalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur`an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).”
[Q.S. Al-Baqarah: 185].
3. Bahwasanya Puasa Ramadhan Itu Sebanding Dengan Puasa Sepuluh Bulan.
Keutamaan ini termaktub dalam Musnad Imam Ahmad 5/280 dan dalam Shahihuttarghib: 1/ 421.
4. Pada Bulan Ini Dibukalah Pintu-Pintu Surga Dan Ditutup Pintu-Pintu Neraka Dan Syaitan-Syaitan Dibelenggu.
Rasulullah  bersabda:
(( إِذَا جَا ءَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ, وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِّدَتِ الشَّيَا طِيْنُ )).
“Apabila Ramadhan datang kepada kalian dibukalah pintu-pintu Surga dan ditutuplah pintu-pintu Neraka dan dibelenggulah syaithan-syaitan.” [HR. Al Bukhari: 1898- 1899 dan Muslim].
5. Pada Bulan Ini Terdapat Malam Lailatulqadr (Malam Kemulyaan), Malam Tersebut Lebih Baik Dari Seribu Bulan (Kurang Lebih 83 Tahun 4 Bulan).
Allah  berfirman:
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلِةِ اْلقَدْرِ، وَمَا أَدْرَاكَ مَالَيْلَةُ الْقَدْر،ِ لَيْلَةُ اْلقَدْرِ خَيْرٌمِنْ أَلْفِ شَهْر ٍ ، تَنَزَّلُ الْمَلآئِكَةُ وَالرُّوْحُ فِيْهَا بِإذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ، سَلاَمٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ اْلفَجْرِ .
“Sesungguhnya kami telah menurunkannya (al-Qur`an) pada malam kemulyaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemulyaan itu?. Malam kemulyaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun Malaikat-Malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Tuhan-Nya untuk mengatur segala urusan. Malam itu penuh kesejahteraan sampai terbit fajar.” [Q.S. Al-Qadar: 1-5].
Pada malam itu juga pintu-pintu langit dibuka, barangsiapa yang mendapatkannya, sedangkan ia dalam keadaan melakukan ketaatan kepada Allah , niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. Nabi  bersabda:
(( مَنْ قَامَ لَيْلَةَ اْلقَدْرِ إِيْمَاناً وَاحْتِسَاباً غُفِرَلَهُ مَا َتقَدَّمَ مِنْ ذَنبِهِ ))
“Barangsiapa mendirikan shalat pada malam lailatul qadar karena iman dan mengharap pahala, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah berlalu.” [Muttafaqun `Alaihi].
6. Dibulan Ini Do`a-Do`a Dikabulkan.
(( لِكُلِّ مُسْلِمٍ دَعْوَةٌ مُسْتَجَابَةٌ يَدْعُوْبِهَا فِى رَمَضَان َ ))
“Bagi setiap muslim (memiliki) do`a yang mustajab ia berdo`a dengannya di bulan Ramadhan.” [HSR. Ahmad: 2/ 254 dan yang lainnya].
7. Bahwasanya Bulan Ramadhan Adalah Bulan Maghfirah (Penuh Dengan Ampunan) Dan Bulan Pelebur (Dosa-Dosa Kecil).
(( مَنْ صَامَ رَمضَانَ إِيْمَاناً وَاحْتِسَاباً غُفِرَلَهُ مَا تَقَدَّمَ مِِنْ ذَ نْبِهِ ))
“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” [HR. Al Bukhari: 4/ 115 & Muslim: 760].
(( مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيْمَاناً وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَ نْبِهِ ))
“Barangsiapa yang mendirikan shalat malam Ramadhan (shalat tarawih) karena iman dan mengharap pahala, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” [HR Al Bukhari & Muslim].
Dan Nabi  bersabda:
(( اَلصَّلَوَات ُالْخَمْسُ وَاْلجُمُعَةُ إِلىَ اْلجُمُعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ لِمَا بَيْنَهُنَّ إِذَاجْتُنِبَتِ اْلكَبَائِرُ ))
“Shalat yang lima waktu, dari jum`at ke jum`at lainnya, dari Ramadhan ke Ramadhan berikutnya (sebagai) pelebur dosa-dosa yang dilakukan diantaranya jika dosa-dosa besar ditinggalkan.” [HR. Muslim: 1/ 233].
Oleh karena itu Nabi  mendo`akan terhadap orang yang tidak mendapatkan peluang yang sangat berharga itu dengan sabdanya  :
(( رَغَِمَ أَنْفُ رَجُلٍ دَخَلَ عَلَيْهِ رَمَضَانُ ثُمَّ انْسَلَخَ قَبْلَ أَنْ يُغْفَرَ لَهُ.....))
“Celaka! Seseorang yang memasuki/ menjumpai Ramadhan kemudian (Ramadhan itu) berlalu, ia tidak mendapatkan ampunan baginya.” [HR. At-Tirmidzi: 5/ 514, Ahmad: 2/ 254 & di hasankan oleh Syaikh Ahmad Syakir].
Dalam Riwayat lain Nabi  bersabda:
(( أَتَانِيْ جِبِْريْلُ فَقَالَ:يَا مُحَمَّدُ؟ مَنْ أَدْرَكَ رَمَضَانَ فَخَرَجَ وَلَمْ يُغْفَرْ لَهُ فَمَاتَ فَدَخَلَ النَّارَ فَأَبْعَدَهُ الله،ُ قُلْ آمِيْن! فَقُلْتُ آمِيْن ))
“Jibril datang kepadaku dan berkata : Wahai Muhammad? Siapa yang menjumpai bulan Ramadhan namun setelah bulan itu habis ia tidak mendapat ampunan, maka jika ia mati masuk Neraka. Semoga Allah  menjauhkannya. Katakan Amin! akupun mengatakan amin.” [HR. Ibnu Khuzaimah: 3/ 246 & 2/ 254, Ahmad: 2/ 246 dan yang lainnya].
8. Dibulan Ini Ganjaran Dilipatgandakan.
Oleh karena itu umrah di bulan ini pahalanya sebanding dengan pahala haji bahkan sebanding dengan haji bersama Nabi . Nabi  bersabda kepada seorang wanita dari Anshar:
((...فَإِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فَاعْتَمِرِيْ فَإِنَّ عُمْرَةً فِيْهِ تَعْدِلُ حَجَّةً )) [رواه البخاري] وَفِيْ رِوَايَةٍ لِمُسْلِمٍ حَجَّةً مَعِيْ.
“Apabila datang Ramadhan berumrahlah kamu, karena umrah di bulan Ramadhan menyamai (pahala) haji.” [HR Al Bukhari: 1782] Dalam riwayat Muslim, bagaikan haji bersamaku.”
9. Bulan Ramadhan Adalah Bulan Kesabaran.
Rasulallah  bersabda:
(( صُمْ شَهْرَ الصَّبْرِ وَثَلاَ ثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ صَوْمُ الدَّهْرِ ))
“Berpuasalah pada bulan Sabar (Ramadhan) dan tiga hari pada setiap bulan (pahalanya bagaikan) puasa setahun.” [HR An-Nasa`i: 2366 dan dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih An-Nasa`i: 2268].
10. Pada Bulan Ini Terjadi Peristiwa Besar.
Yaitu perang Badar, yang pada keesokan harinya Allah  membedakan antara yang haq dan yang bathil, sehingga menanglah Islam dan kaum Muslimin serta hancurlah syirik dan kaum Musyrikin.
11. Pada Bulan Suci Ini Terjadi Pembebasan Kota Makkah Al-Mukarramah.
Dan juga pada bulan ini Allah  memenangkan Rasul-Nya, sehingga masuklah umat manusia kedalam agama Allah  dengan berbondong-bondong dan Rasulullah  menghancurkan syirik dan paganisme yang terdapat dikota Makkah dan pada akhirnya Makkahpun menjadi Negeri Islam.
URGENSI PUASA SERTA FADHILAHNYA
Puasa Adalah Jalan Meraih Ketakwaan.
يَا أَيُّهَا اَّلذِيْنَ آ مَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ َتتَّقُوْنَ .
“Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” [Q.S. Al-Baqarah: 183].
2 . Do`a Orang Yang Berpuasa Mustajab.
Rasulullah  bersabda:
(( ثَلاَثُ دَ عَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ :دَعْوَةُ الصَّائِمِ, وَدَعْوَةُ اْلمَظْلُوْمِ وَدَعْوَةُ اْلمُسَافِرِ ))
“Ada tiga do`a yang dikabulkan: Do`a orang yang berpuasa, do`a orang yang di zalimi, dan do`a orang yang safar.” [HR. At-Tirmidzi: 10/ 56 dan yang lainnya dan di shahihkan oleh Syaikh al-Albani: 4/ 407].
3. Puasa Adalah Sarana Yang Paling Utama Untuk Meraih Ke`iffahan Diri (Menjaga Kesucian Diri).
Sungguh waaqi` (nyata) dan terbukti kebenaran sabda Rasullullah , bahwa puasa sangat besar pengaruhnya dalam menjaga anggota badan dari perbuatan maksiat, berupa zina, memandang yang haram, mencuri dan sebagainya.
(( يَا مَعْشَرَ الشَّبَا بِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ اْلبَائَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ َفإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأْ ْحصَنُ ِلْلفَرْجِ َومَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ َفإِنَّهُ لَهُ ِوجَاءٌ))
“Wahai para pemuda? siapa diantara kalian yang sudah mampu (menikah), maka menikahlah, karena menikah dapat menundukan pandangan dan menjaga kemaluan, siapa yang tidak mampu (menikah) maka hendaklah ia berpuasa, karena puasa merupakan perisai.”
[Muttafaqun `Alaih].
4. Puasa Merupakan Perisai/ Tameng Dari Api Neraka.
(( اَلصَّوْمُ جُنَّةٌ يَسْتَجِنُّ بِِهاَاْلعَبْدُ مِنَ النَّارِ )).
“Puasa adalah perisai seorang hamba yang berpuasa berlindung dengannya dari api Neraka.” [HR. At-Thabrani: 9/ 49, Shahihul jami`: 2/ 3867].
(( مَنْ صَامَ يَوْماً فِيْ سَبِيْلِ الله ِ بَاعَدَ اللهُ وَجْهَه َعَنِ النَّاِر سَبْعِيْنَ خََرِيْفًا ))
“Barangsiapa berpuasa satu hari dijalan Allah , niscaya Allah  jauhkan wajahnya dari api Neraka selama tujuh puluh tahun.” [HR. Al Bukhari: 2840 & Muslim: 2704-2706].
5. Bahwasannya Pahala Puasa Allah  Langsung Yang Akan Membalasnya.
Allah  berfirman dalam hadits qudsi:
(( كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلاَّ الصِّيَا مُ فَإِنَّهُ لِى وَأَ نَا أَجْزِي بِهِ )) .
“Setiap amal yang dilakukan anak Adam adalah untuknya, kecuali puasa, itu untuk-Ku dan Aku yang langsung membalasnya.” [HR.Al Bukhari: 1904 Muslim: 2700-2698 dan yang lainnya].
6. Puasa Adalah Jalan Menuju Surga.
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ أَنَّهُ قَالَ: يَا رَسُوْلَ الله ِمُرْنِيْ بِأَمْرٍ يَنْفَعُنِيَ اللهُ بِهِ.قَالَ:
(( عَلَيْكَ بِالصِّيَامِ، فَإِنَّهُ لاَ مِثْلَ لَهُ )).
“Dari Abu Umamah bahwasanya ia berkata: Wahai Rasulullah? Perintahkan padaku dengan suatu perkara yang yang Allah  akan memberikan manfaat kepadaku (dengan perkara tersebut). maka Rasulullah  bersabda: “Hendaklah Engkau berpuasa, karena puasa itu tidak ada yang sebanding baginya.”
[HR. An-Nasa`i: 2221-2220 dan di shahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam silsilah hadits shahihah: 1937].
Rasulullah  bersabda:
((إِنَّ فِي اْلجَنَّةِ بَاباً يُقَالُ لَهُ: اَلَّريَانُ ,َيدْخُلُ مِنْه ُالصَّائِمُوْنَ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ لاَ يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ فَإِذَا دَخَلُوْا أُغْلِقَ فَلَمْ يَدْخُلْ مِنْهُ أَحَدٌ))
“Sesungguhnya di Surga terdapat pintu yang bernama: Ar-Rayyan, orang-orang yang berpuasa akan memasukinya pada hari kiamat dan tidak ada seorangpun yang masuk kedalamnya selain mereka, jika mereka telah masuk, maka pintu itupun ditutup dan tidak ada seorangpun yang memasukinya.” [Muttafaqun`Alaih].
((...مَنْ صَامَ ابْتِغَاءَ وَجْهِ الله ِخُتِمَ لَهُ بِهِ دَخَلَ اْلجَنَّةَ ))
“….Barangsiapa yang berpuasa dalam rangka mencari wajah Allah  ia dicatat baginya (akan) masuk Surga.” [Shahih at-Targhib Wattarhib].
(( مَنْ آمَنَ بِالله ِوَرَسُوْلِهِ وَأَقَامَ الصَّلاَ ةَ وَاتَى الزَّكَاةَ وَصَامَ رَمَضَانَ كَانَ حَقّاًعَلَى الله ِأَنْ يُدْخِلَهُ اْلجَنَّةَ )).
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah  dan Rasul-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa Ramadhan, adalah berhak atas Allah  untuk memasukkannya kedalam Surga.” [HR. Al Bukhari: 279].
7. Puasa Akan Memberikan Syafa`at Pada Hari Kiamat Bagi Orang Yang Melakukannya.
Rasulullah  bersabda:
(( اَلصِّيَامُ وَالْقُرْآنُ يَشْفِعَانِ لِلْعَبْدِ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ: يَقُوْلُ الصِّيَام ُ: أَيْ رَبِّ , مَنَعَتُهُ الطَّعَامُ وَالشَّهَوَاتُ بِالنَّهَارِ فَشَفِعْنِيْ فِيْهِ وَيَقُوْلُ اْلقُرْآن ُ: مَنَعَتُهُ النَّوْمُ بِالَّليْلِ, فَشَفِعْنِيْ ِفيْهِ قَالَ فَيَشْفِعَانِ )).
“Puasa dan al-Qur`an dapat memberikan syafa`at bagi seorang hamba pada hari kiamat, “Ya Rabb dia telah meninggalkan makanan dan syahwat diwaktu siang, jadikanlah aku syafa`at baginya. Sedangkan al-Qur`an akan berkata: “Ya Rabb dia telah meninggalkan tidur pada waktu malam hari, jadikanlah aku syafa`at baginya. “Beliau  bersabda lalu keduanya dapat memberikan syafa`at.” [H.S.R. Ahmad: 2/ 173].
8. Puasa Merupakan Penghantar Kebahagiaan Di dunia Dan Di Akhirat.
Rasulullah  Bersabda:
(( لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ :فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ ))
“Bagi orang yang berpuasa (memperoleh) dua kegembiraan, kegembiraan ia peroleh ketika berbuka dan kegembiraan ia peroleh ketika ia berjumpa dengan Rabbnya.”
[Muttafaqun `Alaih].
9. Orang Yang Berpuasa Akan Mendapatkan Ampunan Allah  Dan Pahala Yang Tiada Terhingga.
Allah  berfirman:
((......وَالصَّائِمِيْنَ وَالصَّائِمَاتِ )) إِلَى قَوْلِه ِ(( أَعَدَّ الله ُلَهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْراً عَظِيْماً ))
“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang berpuasa.” sampai firman-Nya: “Allah  telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” [Q.S. Al-Ahzab: 35].
10. Bahwasannya Bau Mulut Orang Yang Berpuasa Sungguh Lebih Harum Disisi Allah  Daripada Bau Miyak Kasturi.
(( وَالَّذِيْ نَفْسُ مُحَمَّدٍ  بِيَدِهِ لَخُلُوْفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللهِ ِمِنْ رِيْحِ اْلمِسْكِ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ )).
“Demi jiwa Muhammad  yang berada ditangan-Nya, sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum disisi Allah  daripada minyak kasturi.” [HR. Al Bukhari: 1805 & Muslim: 2701-2703].
HIKMAH PUASA SERTA FAIDAHNYA
1. Puasa merupakan cara untuk bertakwa kepada Allah , dengan mengerjakan kewajiban dan meninggalkan larangan.
2. Puasa akan melatih seseorang untuk membiasakan menguasai diri, mengekang hawa nafsu, melatih bertanggungjawab, dan sabar dalam menghadapi kesulitan.
3. Puasa menjadikan seorang muslim merasakan penderitaan sesamanya, sehingga mendorongnya untuk membantu dan berbuat baik kepada fakir miskin, dengan demikian akan terwujud rasa kasih sayang dan persaudaraan.
5. Puasa adalah sebagai tazkiyah lin nafs (penyuci jiwa), membersihkan hati dari akhlak tercela, selain daripada itu juga sebagai waktu istirahat bagi anggota pencernaan dari pemenuhan dan proses pengosongan makanan, sehingga kembali berenergi dan bersemangat lagi.
5. Puasa mendidik seseorang menjadi zuhud (hidup sederhana) dan cinta akhirat.
6. Menyempitkan peredaran darah masuknya syaithan, karena syaitan masuk pada tubuh anak Adam melalui peredaran darahnya.
7. Termasuk manfaat puasa adalah mematahkan nafsu. Karena berlebihan baik dalam makan atau minum serta menggauli istri, bisa mendorong nafsu berbuat kejahatan, enggan mensyukuri nikmat serta menghantarkan kelengahan.
8. Diantara manfaatnya adalah mengosongkan hati hanya untuk berdzikir dan bermunajat kepada Allah  semata, sebaliknya jika berbagai nafsu syahwat itu dituruti bisa mengeraskan dan serta membutakan hati dari dzikrullah.
CARA YANG DISYARI’ATKAN UNTUK MENGETAHUI MASUKNYA BULAN RAMADHAN.
Cara yang disyari’atkan untuk mengetahui masuknya bulan Ramadhan ada tiga:
1. Ru`yah Hilal (melihat bulan). Berdasarkan Firman Allah  :
فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْه ُ.
“Karena itu, barangsiapa diantara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.” [Q.S. Al-Baqarah: 185].
Dan juga berdasarkan sabda Rasulullah :
(( صُوْمُوْا لِرُؤْيَتِهِ ))
“Berpuasalah kalian, karena kalian melihat hilal.” [Muttafaqun `Alaih].
Oleh karenanya barangsiapa yang melihat hilal dengan mata kepalanya sendiri, bukan informasi dari orang lain maka orang tersebut wajib berpuasa.
2. Adanya persaksian dilihatnya hilal, atau informasi tentangnya (dilihatnya hilal).
Seseorang berkewajiban berpuasa dikarenakan informasi persaksian hilal bila orang yang menyaksikannya atau orang yang menginformasikan itu orang yang adil lagi mukallaf.
Hal ini berdasarkan perkataan Umar Bin Khaththab :
(( َتَرَاءَى النَّاسُ اْلهِلاَلَ فَأَخْبَرْتُ رَسُوْ لَ الله ِ  أَنِّيْ رَأَيْتُهُ فَصَامَ وَأَمَرَ النَّاسَ ِبصِيَامِهِ ))
“Orang-orang berusaha melihat hilal, maka aku informasikan kepada Rasululah  bawasannya aku melihat hilal, maka Rasulullah  pun berpuasa dan menyuruh manusia supaya berpuasa (disebabkan informasi tersebut).” [HR. Abu Dawud: 2342, dan yang lainnya, dan dishahihkan oleh al-Albani di Al-Irwa: 4/ 16].
3. Menyempurnakan bilangan bulan sya`ban tiga puluh hari.
Cara ini dilakukan bila hilal tidak terlihat pada malam yang ketiga puluh bulan sya`ban, disebabkan adanya penghalang ru`yah atau karena adanya mendung, atau awan yang menghalanginya atau adanya sesuatu yang menghalanginya selain dari pada itu.
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah :
(( ِإنمَا الشَّهْرُ تِسْعٌ وَعِشْرُوْنَ يَوْماً فَلاَ تَصُوْمُوْا حَتَّى تَرَوْهُ [أي : اَلْهِلاَ لَ] وَلاَ تُفْطِرُوْا حَتَّى تَرَوْهُ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوْا لَهُ)) أي : أَتِمُّوْا شَهْرَ شَعْبَانَ ثَلاَ ثِيْنَ َيوْماً.
"Sesungguhnya satu bulan itu hanya dua puluh sembilan hari, oleh karena itu janganlah kalian berpuasa, sehingga kalian melihatnya (hilal), dan janganlah kalian berbuka (mengakhiri puasa dengan shalat `ied) sehingga kalian melihatnya, maka jika mendung hendaklah sempurnakan bulan Sya`ban tiga puluh hari.” [Muttafaqun `Alaih].
Dalam riwayatlain di sebutkan: (( فَإِنْ غُمَّى عََلَيْكُم ُالشَّهْرُ فَعُدُّوْا ثَلاَ ثِيْنَ )). “Maka jika bulan itu mendung atas kalian, hendaklah genapkan tiga puluh hari (bulan sya`ban).” [ Muttafaqun `Alaih].
Demikianlah cara syar`i yang telah diaplikasikan oleh Rasullullah  dan para shahabatnya ketika menentukan masuknya bulan Ramadhan, oleh karena itu barangsiapa yang menentukan masuknya bulan Ramadhan dengan cara hisab, maka orang tersebut telah terjerumus ke dalam bid`ah, karena Rasulullah  memerintahkan kepada para shahabat  supaya berpuasa ketika melihat bulan bukan dengan cara hisab.
HUKUM-HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN PUASA RAMADHAN.
A. Orang Yang Berkewajiban Puasa Ramadhan.
Puasa Ramadhan diwajibkan atas setiap muslim yang:
1- Baligh. Tanda-tanda baligh seseorang adalah apabila telah keluar bulu kemaluan atau ihtilam (mimpi basah) atau berusia 15 tahun bagi laki-laki atau keluarnya darah haidh (bagi wanita).
2- ‘Aaqil (berakal tidak gila).
3- Mampu untuk berpuasa, tidak sakit atau tua renta.
B. Syarat Wajibnya Puasa Ramadhan.
Syarat-syarat wajibnya puasa Ramadhan ada lima:
1- Islam.
2- Baligh/ Dewasa.
3- Berakal sehat.
4- Mampu untuk berpuasa, oleh karena itu orang yang sudah lanjut usia tidak wajib berpuasa, akan tetapi ia wajib mengelurkan fidyah.
5- Tidak adanya udzur syar`i untuk tidak berpuasa, seperti: safar, sakit atau wanita yang sedang haidh atau nifas.
C. Kapan Anak Kecil Diperintahkan Berpuasa?
Para Ulama menjelaskan anak kecil diperintahkan puasa jika sudah mampu berpuasa, hal ini sebagai tamrinan (latihan), sebagaimana Rasulullah  berwasiat kepada orang tua agar menyuruh anak kecil mengerjakan shalat pada usia tujuh tahun dan dipukul pada usia sepuluh tahun agar terlatih dan membiasakan diri melaksanakan ajaran Islam.
D. Rukun Puasa.
Rukun puasa ada dua:
1- Berniat di dalam hati dan tidak dilafadzkan.
2- Menahan diri dari semua yang membatalkan puasa.
E. Syarat-Syarat Sahnya Puasa.
Syarat-syarat sahnya puasa ada enam:
1- Islam, orang kafir tidak sah puasa sebelum masuk Islam.
2- Berakal, tidak sah puasa orang gila hingga ia sadar/ sembuh.
3- Tamyiz, tidak sah anak kecil sebelum ia bisa membedakan antara yang baik dan yang buruk.
4- Tidak haidh, tidak sah wanita haidh berpuasa sebelum ia berhenti dari haidhnya.
5- Tidak nifas, tidak sah wanita yang sedang nifas berpuasa, sehingga ia suci dari nifasnya.
6- Niat, dari malam hari untuk setiap hari dalam puasa wajib. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah :
(( مَنْ لَمْ يُبَيِّتِ النِّيَةَ قَبْلَ الْفَجْرِفَلاَ صَيَامَ لَه ُ ))
“Barangsiapa yang tidak berniat puasa pada malam hari sebelum fajar maka tidak sah puasanya.” [HR. Ahmad: 6/ 286, Abu Dawud: 2454, An-Nasa`i: 4/ 196 dan At-Tirmidzi: 730].
ETIKA BERPUASA DAN SUNNAH-SUNNAHNYA SERTA AMALAN-AMALAN YANG SEYOGYANYA DILAKUKAN.
Diantara etika berpuasa, ada yang sifatnya wajib dan ada yang sunnah.
1. Berniat.
Niat hukumnya wajib ketika hendak puasa wajib.
Berdasarkan sabda Rasulullah :
(( مَنْ لَمْ يَجْمَعِ الصِّيَامَ قَبْلَ اْلفَجْرِ فَلاَصَيَامَ لَهُ ))
“Barangsiapa yang tidak berniat puasa pada malam hari sebelum fajar, maka tidak sah puasanya.” [HR. Abu Dawud: 2454, An-Nasa’i: 2343-2335, At-Tirmidzi: 730 dan di shahihkan oleh al-Albani di dalam shahih At-Tirmidzi].
Adapun puasa sunnah maka tidak wajib berniat pada malam hari sebelum fajar kedua, boleh berniat pada waktu malam ataupun siang.
Seandainya seseorang niat puasa sunnah pada siang hari maka puasanya sah dengan syarat ia tidak makan sesuatu yang membatalkan puasa atau melakukan pembatal diantara pembatal puasa.
Hal ini berdasarkan apa yang pernah dilakukan oleh Rasulullah . Aisyah istri Rasulullah  mengkisahkan:
(( دَخَلَ عَلَيَّ النَّبِيُّ  ذَاتَ يَوْمٍ فَقَالَ: هَلْ عِنْدَكُمْ شَيْءٌ؟ فَقُلْنَالاَ قَالَ: فَإِنِّيْ إِذاً صَائِمٌ )).
“Pada suatu hari Rasulullah datang kepadaku, beliau bertanya: “Apakah ada sesuatu (makanan) padamu? maka kamipun sampaikan: tidak ada, kemudian Rasulullah  bersabda: Kalau begitu aku berpuasa.” [HR. Muslim: 2708 (2/ 808), Abu Dawud: 2455 (2/ 572) dan yang lainnya, ].
2- Makan Sahur.
Makan sahur yang paling afdhal adalah pada akhir malam sebelum terbitnya fajar shadiq (fajar kedua/ adzan subuh). Makan sahur sangat dianjurkan karena adanya beberapa fadhilah dan manfaat, diantaranya:
a- Pada hidangan makan sahur terdapat barakah. Nabi  bersabda:
(( تَسَحَّرُوْا فَإِنَّ فِي السَّحُوْرِ بَرَكَةً )).
“Bersahurlah kalian, karena pada hidangan makan sahur terdapat barakah.” [HR Al Bukari: 1923 dan Muslim: 2/ 770].
b. Sesungguhnya Allah  dan para Malaikat-Malikat-Nya bershalawat kepada orang-orang yang makan sahur.
Nabi  bersabda:
(( إِنَّ الله َوَملآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى اْلمُتَسَحِّرِيْنَ ))
“Sesungguhnya Allah  dan para Malaikat-Malikat-Nya bershalawat kepada orang-orang yang makan sahur.” [HR Ibnu Hibban di dalam shahihnya, At-Thabrani dalam Al-Aushath dan dihasankan oleh Syaikh al-Albani di dalam Shahihul Jaami`: 1844].
Allah  bershalawat artinya memberi rahmat kepada orang-orang yang sahur, para Malaikat bershalawat (pada hadits diatas) artinya memintakan ampunan kepada orang-orang yang makan sahur.
c. Makan sahur merupakan sunnah yang membedakan antara puasanya orang-orang Islam dengan puasanya Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani). Rasulullah  bersabda:
(( فَصْلُ مَا بَيْنَ صِيَامِنَا وَصَوْمِ أَهْلِ الْكِتَابِ أَكْلَةُ السَّحُوْرِ ))
“Pembeda antara puasa kita dengan puasa Ahli Kitab adalah makan sahur.” [HR. Muslim: 2545- 2546 dan yang lainnya].
d. Mengakhirkan makan sahur adalah sunnah Rasulullah .
Makan sahur yang paling afdhal adalah pada akhir malam sebelum terbitnya fajar shadiq (fajar kedua/ adzan subuh). Shahabat Zaid bin Tsabit  menuturkan:
(( تَسَحَّرْنَا مَعَ النَّبِيِّ  ثُمَّ قَا مَ إِلىَ الصَّلاَ ةِ قُلْتُ: كَمْ كَانَ بَيْنَ اْلأَذَانِ وَالسَّحُوْرِ؟ قَالَ: قَدْرَ خَمْسِيْنَ آيَةً )).
”Kami makan sahur bersama Nabi  , kemudian beliau bangkit untuk melaksanakan shalat, aku bertanya; berapa lama jarak antara adzan dan makan sahur? Beliau  menjawab; Sekitar (membaca) lima puluh ayat.” [HR. Al Bukhari: 575, Muslim: 2546 dan yang lainnya ].
Dari penjelasan diatas jelaslah bahwa makan sahur banyak sekali keutamaanya dan hikmahnya, oleh karenanya tidaklah pantas seorang muslim berpuasa tanpa makan sahur dengan alasan tidak selera makan dan sebagainya, padahal Rasulullah  sangat menekankan dan menganjurkannya sekalipun sahur dengan seteguk air.
(( تَسَحَّرُوْا وَلَوْ بِجُرْعَةٍ مِنْ مَاءٍ )).
“Bersahurlah kalian sekalipun dengan seteguk air.” [HR. Ahmad dalam musnadnya: 3/ 12, 44, Ibnu Hibban: 884 dan yang lainnya, Shahihul Jami`:3/ 595].
Bahkan seandainya seseorang sedang makan sahur tiba-tiba mendengar adzan, sementara makanan atau minuman berada ditangannya, maka hendaklah diteruskan makan atau minumnya. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah :
(( إِذَا سَمِعَ أَحَدُكُمُ النِّدَاءَ وَاْلإنَاءُ فِي يَدِهِ فَلاَ يَضَعْهُ حَتَّى يَقْضِيَ حَاجَتَهُ مِنْهُ )).
“Apabila salah seorang diantara kalian mendengar adzan sementara bejana berada ditangannya, maka janganlah meletakannya sehingga ia menyelesaikan hajatnya darinya.” [HR. Abu Dawud: 1/ 549, lihat Silsilah Hadits Shahihah: 1394 karya Syaikh al-Albani].
3. Menyegerakan Ifthar.
Bersegera dalam ifthar (berbuka) puasa ketika sudah dipastikan masuk maghrib (terbenam matahari) adalah merupakan sunnah Rasululah  yang tidak pernah Beliau  tinggalkan, Beliau  berbuka terlebih dahulu sebelum shalat maghrib sekalipun hanya berbuka dengan seteguk air. Shahabat Anas  menuturkan:
(( مَا رأََيْتُ رَسُوْلَ الله ِ  قَطٌّ صَلَّى اْلمَغْرِبَ حَتَّى يُفْطِرَ وَلَوْ عَلَى شُرْبَةٍ مِنْ مَاءٍ )).
“Aku tidak pernah melihat Rasulullah  sama sekali, Beliau  shalat maghrib sehingga Beliau  berbuka terlebih dahulu, sekalipun dengan seteguk air.” [HR. Ibnu Hibban: 3504 berkata Al-Arnuth: Sanadnya Shahih atas syarat Al Bukhari dan Muslim].
Menyegerakan berbuka sangat ditekankan karena di dalam berbuka banyak kebaikan diantaranya:
a- Orang yang menyegerakan berbuka ketika telah tiba waktunya senantiasa dalam kebaikan.
Rasulullah  bersabda:
(( لاَ يَزَالُ النَّا سُ بَخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا اْلفِطْرَ )).
“Senantiasa manusia berada dalam kebaikan selagi mereka menyegerakan berbuka.” [Muttafaqun `Alaih].
b- Menyegerakan berbuka merupakan syi`ar Islam dan sunnah yang membedakan antara puasanya orang-orang Islam dengan puasanya Ahli kitab. Rasulullah  bersabda:
((لاَ يَزَالَ الدِّيْنُ ظَاهِراً مَا عَجَّلَ النَّا سُ فِطْراً ِلأَنَّ الْيَهُوْدَ وَالنَّصَارَى يُؤَخِّرُوْنَ )).
“Senantiasa agama (Islam) itu dalam keadaan kemenangan selama manusia menyegerakan berbuka, karena kaum Yahudi dan Nasrani mereka mengakhirkannya.” [HR. Abu Dawud: 2353 dan dihasankan oleh al-Albani di Shahih-Assunan: 063].
4. Disunnahkan Berbuka Dengan Kurma Muda, Bila Tidak Ada Dengan Kurma Matang, Bila Tidak Ada Dengan Air.
Shahabat Anas  menceritakan buka puasanya Rasulullah :
(( كَانَ رَسُوْلُ الله ِ  يُفْطِرُ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ عَلَى رُطَبَاتٍ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ رُطَبَاتٌ فَتَمِيْرَاتٌ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَمِيْرَاتٌ حَسَا حَسَوَاتٍ مِنْ مَاءٍ)).
“Adalah dahulu Rasulallah  berbuka dengan beberapa kurma muda sebelum shalat, maka jika tidak ada, Beliau  berbuka dengan beberapa kurma matang, maka jika tidak ada, Beliau  cukup berbuka dengan air beberapa teguk saja.” [HR. At-Tirmidzi 3/ 381 berkata: hadits hasan gharib dan dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahihul Jami`: 560].
5. Disunnahkan Berdo’a Ketika Hendak Berdo’a Dengan Do’a:
(( ذَهَبَ الظَّمَأُ وُابْتَلَتِ اْلعُرُوْقُ وَثَبَتَ اْلأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللهُ )) “Telah hilang rasa dahaga, urat-urat telah basah dan pahala telah tetap insya Allah .” [HR. Abu Dawud: 6/ 486 dan di hasankan oleh Syaikh al-Albani dalam shahih Abu Dawud: 2385].
Tentunya membaca basmallah (bismillah) terlebih dahulu sebelum membaca do`a berbuka diatas, dan juga boleh berdo`a dengan do`a yang dikehendakinya berupa do`a permohonan kebaikan dunia dan akhirat, karena do`a orang yang berpuasa mustajab.
6. Disunnahkan Mengatakan : ”Saya Puasa”, Apabila Diundang Untuk Makan Sedangkan Dia Berpuasa.
Berdasarkan sabda Nabi  :
(( إِذَا دُ عِيَ أَ حَدُ كُمْ إِ لىَ طَعَامٍ وَ هُوَ صَائِمٌ فَلْيَقُلْ إِ نِّيْ صَائِمٌ )).
“Apabila salah seorang diantara kalian diundang untuk makan sedangkan ia sedang puasa maka hendaknya ia mengatakan sesungguhnya saya sedang pusa.” [HR. Muslim].
7. Disunnahkan Bagi Seseorang Yang Berbuka Puasa Disuatu Kaum Mendo`akan Kepada Orang Yang Menjamunya, Dengan Do`a:
(( أَفْطَرَ عِنْدَ كُمُ الصَّائِمُوْنَ وَأَكَلَ طَعَامَكُمُ اْلأَبْرَارُ وَ صَلَّتْ عَلَيْكُمُ اْلمَلاَ ئِكَةُ )).
“Telah berbuka orang-orang yang berpuasa disisimu, orang-orang yang taat telah memakan makananmu, sedangkan para Malikat bershalawat atas kalian.” [HR Abu Dawud: 1747 dan Ibnu Majah: 1747 dan yang lainnya].
8. Menjaga Shalat Lima Waktunya Dengan Berjama`ah.
Diantara adab yang wajib dilaksanakan atas setiap orang yang berpuasa adalah menjaga shalat lima waktunya, sedangkan bagi kaum laki-laki wajib mendirikan shalat lima waktunya dengan berjamaah, karena shalat berjama`ah hukumnya wajib bagi kaum laki-laki baik dalam keadaan mukim maupun safar, baik dalam keadaan aman maupun takut/ perang, berdasarkan nash dari al-Qur`an dan as-Sunnah. Allah  berfirman:
وَ إِ ذَا كُنْتَ فِيْهِمْ فَأَ قَمْتَ لَهُمُ الصَّلاَ ةَ فَلْتَقُمْ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ.
“Dan apabila kamu berada ditengah-tengah mereka (shahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat)……” [Q.S. An-Nisa: 102].
Ayat diatas menjelaskan wajibnya shalat berjama`ah, yang mana Allah  tidak memberikan rukhshah (dispensasi/ keringanan) kepada kaum muslimin pada saat khauf (perang), oleh karenanya shalat jam`ah dalam keadaan perang saja wajib, apalagi dalam keadaan aman. Adapun dalil dari sunnah tentang wajibnya shalat berjama`ah, diriwayatkan dalam shahih muslim bahwanya ada seorang laki-laki buta bertanya: “Wahai Rasulullah? Aku tidak ada orang yang menatihku ke Masjid, ia meminta kepada Rasulullah  agar mendapatkan rukhshah bolehnya ia shalat dirumahnya, tidak di Masjid, lalu Rasulullah  pun memberikan rukhshah karena adanya udzur tersebut, ketika seorang laki-laki yang buta itu berpaling hendak beranjak pergi, lalu Rasulullah  memanggilnya dan bertanya:
(( هَلْ تَسْمَعُ النِّداءَ؟ قَالَ: نَعَمْ .قَالَ: فَأَ جِبْ )).
“Apakah kamu mendengar adzan? ia menjawab: ya, lalu Rasulullah  bersabda: (kalau begitu) maka wajib atas kamu menghadiri (shalat jama`ah).” [HR Muslim]. Hadits diatas menjelaskan wajibnya shalat berjama`ah, mafhum hadits diatas, bahwa orang yang buta saja wajib mendatangi shalat jama`ah dimasjid, apalagi yang sehat dan tidak buta??.
9. Menjaga Sunnah Rawatib.
Hendaknya seorang Muslim menjaga shalat rawatib dalam artian melaksanakan shalat rawatib dan tidak meninggalkannya karena malas, terlebih di bulan Ramadhan yang mana amal ibadah seorang hamba yang muslim dilipat gandakan ganjarannya, fadhilahnya adalah akan dibangunkan sebuah rumah di Surga. Rasulullah  bersabda:
(( مَا مِنْ عَبْدٍ مُسْلِمٍ يُصَلِّي ِللهِ تَعَالَى كُلَّ يَوْمٍ ثِنْتَيْ عََََََََََشْرَةَ رَكْعَةً تَطَوُّعاً غَيْرَ فَرِيْضَةٍ إِلاَّ بَنَى الله ُتَعَالَى لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ )).
“Tidaklah seorang Muslim shalat karena Allah U setiap hari dua belas rakaat (yaitu) shalat sunnah bukan shalat fardhu, melainkan Allah U bangunkan baginya sebuah rumah di Surga.” [HR Muslim].
Yaitu dua rakaat sebelum fajar, empat rakaat sebelum dzuhur dan dua rakaat setelahnya (dzuhur), dua rakaat ba`da maghrib dan dua
10. Memperbanyak Dzikrullah Dan Do`a.
Hendaknya orang yang sedang berpuasa banyak dzikrullah dan berdo`a memohon kepada Allah U tentang kebaikan dunia dan akhirat, karena do`a orang yang sedang puasa mustajab.
Rasulullah  bersabda:
((ثَلاَ ثُ دَ عَوَا تٍ مُسْتَجَابَاتٌ: دَعْوَةُ الصَّائِمِ, وَدَعْوَةُ اْلمَظْلُوْمِ وَدَعْوَةُ اْلمُسَافِرِ )).
“Ada tiga do`a yang dikabulkan: Do`a orang yang berpuasa, do`a orang yang dizalimi, dan do`a orang yang musafir.” [HR Baihaqi dan yang lainnya].
11. Menjauhkan Diri Dari Perbuatan Dan Perkataan Yang Bisa Merusak Atau Mengurangi Nilai-Nilai Puasa.
Menjauhkan diri dari perbuatan dan perkataan yang bisa merusak atau mengurangi nilai-nilai pahala puasa seperti berdusta, perkataan kotor dan semua perkara yang diharamkan dalam agama adalah perkara yang dituntut bahkan hakikat puasa itu sendiri.
Rasulullah  bersabda:
(( مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّوْرِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ ِلله ِحَاجَةً فِيْ أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ )).
“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan perbuatan (buruk), maka tidaklah bagi Allah U butuh (tidak ada nilainya disisi Allah U) sekalipun dia meninggalkan makan dan minum.” [HR Al Bukhari].
Dan Rasulullah  bersabda:
(( لَيْسَ الصِّيَامُ مِنَ اْلأََكْلِ وَالشُّرْبِ إِنَّمَا الصِّيَامُ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ فَإِنْ سَابَكَ أَحَدٌ أَوْجَهِلَ عَلَيْكَ فَقُلْ إِنِّيْ صَائم إِنِّيْ صَائِمٌ )).
“Tidaklah puasa itu hanya (menahan) makan dan minum saja, akan tetapi puasa itu adalah (menahan diri) dari perbuatan sia-sia dan perkataan kotor, maka jika ada yang mencacimu dan berbuat jahat kepadamu, katakanlah: “Sesungguhnya saya sedang puasa….sungguh saya sedang berpuasa.” [HR. Ibnu Khuzaimah dan Hakim].
Maka jika seseorang yang sedang berpuasa
kemudian tidak meninggalkan perkara-perkara diatas, maka puasanya akan sia-sia belaka, sebagaiman Rasulullah  khabarkan:
(( رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ اْلجُوْع ُوَالْعَطَشُ )).
“Betapa banyak orang yang berpuasa tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya kecuali lapar dan dahaga.” [HR. Ibnu Majah: 1/ 539, Ahmad: 10/ 76, berkata Syaikh al-Albani dalam Al-Misykah: 2014 hasan shahihah].
12. Shalat Tarawih Dengan Berjama`ah.
Hendaknya orang yang berpuasa melaksanakan shalat tarawih dengan berjamaah.
At-tarawih artinya qiyamullail (mendirikan shalat malam) secara berjama`ah pada bulan Ramadhan, waktunya mulai ba`da shalat isya hingga terbit fajar.
Sungguh Rasulullah  sangat senang melaksanakan shalat tarawih, yang mana Beliau  mengkhabarkan tentang fadhilahnya, bahwasanya shalat tersebut menghapuskan dosa-dosa yang telah berlalu. Rasulullah  bersabda:
“Barangsiapa yang mendirikan shalat malam Ramadhan (shalat tarawih) karena iman dan mengharap pahala, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah berlalu.” [HR. Al Bukhari & Muslim].
Dan juga keutamaan yang lainnya, barangsiapa yang shalat tarawih bersama imam hingga shalat tersebut selesai maka orang tersebut memperoleh pahala seperti orang yang shalat semalam suntuk. Nabi  bersabda:
(( مَنْ قَامَ مَعَ إِمَامِهِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ )).
“Barangsiapa yang shalat tarawih bersama imamnya hingga imam berpaling (selesai dari shalatnya), niscaya dicatat baginya shalat semalam suntuk.” [HR. Abu Dawud: 4/ 248 dll].
Dan yang afdhal shalat tarawih itu sebelas rakaat dan salam tiap-tiap dua rakaat, karena Aisyah ketika ditanya tentang bagaimana shalat Nabi  pada Ramadhan? ia menjawab:
(( مَاكَان َ يَزِيْدُ فِي رَمَضَانَ وَلاَ غَيْرِهِ إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً )).
“Tidaklah (Rasulullah  shalat) pada bulan Ramadzan dan tidak pula selainnya (Ramadzan) lebih dari sebelas rakaat.” [Muttafaqun `Alaih].
Diriwayatkan dalam kitab Al-Muwattha`, bahwa Shahabat Umar bin Khathab t memerintahkan Ubai bin ka`ab dan Tamim Addari supaya keduanya mengimami orang-orang dengan sebelas rakat.
Dan jika lebih dari sebelas rakaat maka tidak mengapa, karena ketika Nabi  ditanya tentang qiyamullail beliau  bersabda:
(( صَلا َةُ الَّليْلِ مَثْنَى مَثْنَى فَإِذَا خَشِيَ أَحَدَكُمُ الصُّبْحَ صَلَّى رَكْعَةً وَاحِدَةً تُوْتِرُ لَهُ مَاقَدْ صَلَّى )).
“Shalat malam itu dua rakaat-dua rakaat, apabila salah seorang khawatir (tiba waktu) subuh, shalatlah satu rakaat berwitir baginya apa yang telah ia shalat.” [HR. Al Bukhari dan Muslim].
Akan tetapi memelihara atas bilangan yang datang dari sunnah yaitu sebelas rakaat, maka lebih afdhal dan utama.” [fushul fishiyam wattaraawih wazzakat lisyaikh Ibnu Utsaimin].
13. Duduk Di Masjid Ba`da Shalat Fajar.
Seyogyanya orang yang puasa duduk di Masjid setelah shalat fajar (subuh) untuk dzikrullah atau membaca al-Qur`an hingga muncul matahari sepanjang anak panah, kemudian shalat dua rakaat sebelum meninggalkan masjid, karena pahalanya seperti pahala haji dan umrah. Rasulullah ; bersabda:
(( مَنْ صَلَّى اْلفَجْرَ فِي جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللهَ حَتَّى تَطْلُعَ اْلشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى الرَّكْعَتَيْنِ كَانَ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ تَامَّةً تًامَّةً تَامَّةً )).
“Barangsiapa shalat fajr (subuh) dengan berjamaah kemudia ia duduk dzikrullah hingga matahari terbit, kemudian shalat dua rakaat adalah baginya pahala seperti haji dan umrah sempurna, sempurana dan sempurna.” [HR Attirmidzi dan dihasankan oleh al-Albani].
Pahala keutamaan amalan tersebut adalah pada setiap hari, bagaimana jika dihari-hari bulan Ramadhan? dimana kita tahu bahwa pahala dibulan ini dilipatgandakan. Oleh karenanya hal itu merupakan aktivitas Rasulullah . Sebagaimana shahabat Anas  menceritakannya:
كَانَ النَّبِي ُّ (( إِذَا صَلىَّ الْغَدَاة َ(الفَجْرَ) جَلَسَ فِيْ مُصَلاَّ هُ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ )).
“Adalah Nabi  apabila shalat fajar Beliau  duduk di Masjidnya hingga terbit matahari.” [HR Muslim: 1523-1524].
14. Memperbanyak Tilawah Al-Qur`an.
Bulan Ramadhan memiliki keutamaan khusus diantaranya adalah diturunkannya al-Qur`an, oleh karenanya bulan Ramadhan itu dikatakan syahrul Qur`an.
Allah U menjamin bagi siapa yang membaca al-Qur`an dengan mentadaburinya (merenungi & memahami) serta mengamalkan isi kandungannya niscaya tidak akan tersesat di dunia dan tidak akan celaka di akhirat.
 فَمَنِ ا تَّبَعَ هُدَا يَ فَلاَ يَضِلُّ وَلاَ يَشْقَى
“….Maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku ia tidak akan tersesat dan tidak akan celaka.” [Q.S. Thaha: 123].
Begitupula sebaliknya Allah  menjamin kesesatan serta kecelakaan bagi orang yang berpaling dari mempelajari Kitabullah, enggan dari membacanya, tidak mentadaburinya serta tidak mengamalkannya. Allah  berfirman:
مَنْ أَعْرَضَ عَنْهُ فَإِنَّهُ يَحْمِلُ يَوْمَ اْلقِياَمَةِ وِزْراً
“Barangsiapa berpaling dari Al-Qur`an maka sesungguhnya ia akan memikul dosa yang besar dihari kiamat.” [Q.S. Thaha: 100].
وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِيْ فَإِنَّ لَهُ مَعِيْشَةً ضَنْكاً وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ أَعْمَى .
“Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” [Q.S. Thaha: 124].
Keutamaan membaca al-Qur`an banyak sekali diantaranya adalah:
a. Al-Qur`an akan memberikan syafa`at bagi pembacanya.Rasulullah  bersabda:
(( إِقْرَأُوا اْلقُرآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِيْ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ شَفِيْعاً ِلأَصْحَابِهِ )).
“Bacalah al-Qur`an, karena ia akan datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafa`at bagi pembacanya.” [HR Muslim: 2/ 197].
b. Orang yang membaca lagi hafal serta mengamalkan dua surat yaitu al-Baqarah dan Ali Imran, kedua surat tersebut akan membelanya pada hari kiamat.
(( يُؤْتَى يَوْمُ الْقِيَامَة ِبِالْقُرْآنِ وَأَهْلِهِ الَّذِيْنَ كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ بِهِ فِي الدُّنْيَا تَتَقَدَّمَهُ سُوْرَة َالْبَقَرَةِ وَآلَ عِمْرَانَ تَحَاجَانِ عَنْ صَاحِبِهَا )).
“Didatangkan pada hari kiamat al-Qur`an dan para pembacanya yang mereka itu dahulu mengamalkan di dunia, dengan didahului oleh surat al-Baqarah dan ali-Imran, kedua surat ini akan membela pembacanya.” [HR Muslim: 805, 1/ 554 dan yang lainnya ].
c. Orang yang mempelajari al-Qur`an kemudian mengajarkannya adalah sebaik-baik manusia diantara manusia yang lainnya.
(( خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ اْلقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ )).
“Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari al-Qur`an dan mengamalkannya.” [HR. Al Bukhari: 5027-5028].
d. Orang yang membaca al-Qur`an dilipat gandakan ganjaranya, bagaimana jika membaca dibulan Ramadhan?.
(( مَنْ قَرَأَ حَرْفاً مِنْ كِتَابِ الله ِفَلَهُ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لاَ أَقُوْلُ أَلآم حَرْفٌ بَلْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلاَمٌ حَرْفٌ وَمِيْمٌ حَرْفٌ )).
“Barangsiapa membaca satu huruf dari kitab Allah  maka baginya satu kebaikan, dan satu kebaikan itu dibalas sepuluh kali lipatnya, Aku tidak mengatakn alif lam mim itu satu huruf, tetapi alif satu huruf, lam satu huruf dan mim satu huruf.” [HR. Al Bukhari fittarikh: 1/ 1: 216 dan At-Tirmidzi: 2910].
Masih banyak lagi hadits-hadits yang menyebutkan tentang keutamaan membaca al-Qur`an.
15. Melakukan Umrah.
Umrah di bulan ini pahalanya sebanding dengan pahala haji, bahkan sebanding dengan haji bersama Nabi . Nabi  bersabda kepada seorang wanita dari Anshar:
((...فَإِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فَاعْتَمِرِيْ فَإِنَّ عُمْرََةَ فِيْهِ تَعْدِلُ حَجَّةً ))[رواه البخاري] وفي رواية لمسلم حَجَّةً مَعِيْ.
“Apabila datang Ramadhan berumrahlah kamu, karena umrah dibulan Ramadhan meyamai (pahalanya) haji.” [HR. Al-Bukhari] Dalam riwayat Muslim, “Bagaikan haji bersamaku.”
16. Bershadaqah/ Infaq.
(( وَالصَّدَقَةُ بُرْهَانٌ )).
“Shadaqah itu cahaya.” [HR Muslim].
(( كَانَ رَسُوْلُ الله ِ أَجْوَدَ النَّاسِ وَكَانَ أَجْوَدَ مَايَكُوْنُ فِي رَمَضَانَ كَانَ أَجْوَدَ بِالْخَيْرِ مِن َالرِّيْحِ اْلمُرْسَلَةِ )).
“Adalah Rasulullah  manusia yang amat dermawan, adalah Beliau  lebih dermawan lagi ketika dibulan Ramadhan, adalah Beliau  paling dermawan terhadap kebaikan daripada angin yang berhembus.” [Muttafaqun`Alaihi].
Bershadaqah dibulan Ramadhan ini banyak cara dan bentuknya diantaranya:
a. Memberi makan kepada orang yang lapar, kepada faqir miskin, kepada tawanan dan sebagainya.
Allah  menjelaskan tentang keutamaannya.
“Dan mereka memberi makan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. Sesungguhnya kami memberi makan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah , kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terimakasih. Sesungguhnya kami takut akan (adzab) Tuhan kami pada suatu hari (yang dihari itu) orang-orang bermuka masam penuh kesulitan. Maka Allah  memelihara mereka dari kesusahan hari itu, dan memberikan kepada mereka kejernihan (wajah) dan kegembiraan hati. Dan Dia memberi balasan kepada mereka karena keshabaran mereka (dengan) Surga dan (pakaian) sutra.” [Q.S. Al-Insan: 8-12].
b. Memberi makan atau minum kepada orang-orang yang berpuasa untuk berbuka puasa.
Fadhilahnya adalah sebagaimana Nabi  bersabda:
(( مَنْ فَطَّرَ صَائِماً كَانَ لَه ُمِثْلُ أَجْرِهِ من غَيْرِ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ )).
“Barangsiapa yang memberi makan untuk berbuka kepada orang yang puasa, maka baginya meperoleh pahala puasa seperti pahala orang yang berpuasa, tanpa mengurangi sedikitpun dari pahalanya.” [HR Ahmad, An-Nasai` dan dishahihkan oleh al-AlBani dalam Ta`liq Arraghib: 2/ 95].
17. Mujahadah Pada Sepuluh Hari Terakhir.
Mujahadah (bersungguh-sungguh) menambah ibadah pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Aisyah Ummul mu`minin menceritakan tentang ibadah Rasulullah  pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan:
(( كَانَ رَسُوْلُ الله ِ  إِذَا دَخَلَ العَشْرَ شَدَّ مِئْزَرَهُ وَأَحْيَا لَيْلَهُ وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ )).
“Adalah Rasulullah  apabila masuk sepuluh (hari terakhir bulan Ramadhan) Beliau  mengencangkan kainnya (menjauhkan diri dari menggauli istri) menghidupkan malamnya dan membangunkan keluarganya.”
[HR. Al Bukhari: 2024 dan Muslim: 2832]. Dalam Riwayat lain Aisyah berkata:
(( كَانَ رَسُوْ لُ الله ِ يَجْتَهِدُ فِي عَشْرِاْلأَوَاخِرِمِنْ رَمَضَانَ مَالاَ يَجْتَهِدُ فِي غَيْرِهِ )).
“Adalah Rasulullah  bersungguh-sungguh pada sepuluh hari akhir di bulan Ramadhan, hal yang Beliau  tidak lakukan pada bulan yang lainnya.” [HR Muslim: 2780 dan Ibnu Majah: 1171].
18. Melakukan `Itikaf.
`Itikaf artinya mulazamah masjid (berdiamdiri di Masjid tidak keluar darinya kecuali bila ada udzur syar`i) dengan niat tertentu, dalam rangka melaksanakan ketaatan kepada Allah .
Hukumnya sunnah mu`akkadah (sangat ditekankan), karena Nabi  selalu mengerjakannya, sebagimana Ummul Mu`minin Aisyah menceritakan:
(( كَانَ رَسُوْ لُ اللهِ  يَعْتَكِفُ اْلعَشْرَ اْلأََََوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ الله ُثمُ َّاعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ )).
“Adalah Rasuluallah  senantiasa ber`itikaf pada sepuluh hari terakhir pada bulan Ramadhan, hingga Allah  mewafatkannya, kemudian setelah Beliau  wafat istri-istrinyapun ber`itikaf`.” [HR Al Bukhari: 2025 & Muslim: 2/ 831].
(( كَانَ النَّبِيُّ  يَعْتَكِفُ فِي رَمَضَانَ عَشْرَةَ أَيَّامٍ فَلَمَّا كَانَ عَامَ الَّذِيْ قُبِضَ فِيْهِ اعْتَكَفَ عِشْرِيْنَ يَوْماً )).
“Adalah Rasulullah  ber`itikaf sepuluh hari di bulan Ramadhan, maka pada tahun Beliau r diwafatkan, Beliau r beri`tikaf dua puluh hari.” [HR. Al Bukhari: 9/43].
Berkata Imam Azzuhri:
[ عَجَباً لِلْمُسْلِمِيْنَ! تَرَكُوا اْلإِعْتِكَافَ مَعَ أَنَّ النَّبِيَّ مَاتَرَكَهُ مُنْذُ قَدِمَ الْمَدِيْنَةَ حَتَّى قَبَضَهُ الله ُعَزَّ وَجَلَّ ].
“Sungguh heran terhadap orang-orang Islam! Mereka meninggalkan `itikaf, padahal Nabi  tidak pernah meninggalkannya sejak Beliau  datang di Madinah sampai Allah  mewafatkannya.” [Fath Albari: 4/ 4334].
Syarat-Syarat `itikaf:
1.Islam
2.Tamyiz/ Baligh.
3.Tharah (suci) dari hadats besar.
Diantara ulama ada yang mensyaratkan hanya ditiga Masjid, yaitu Masjid Haram, Masjid Nabawi dan Masjid al-Aqsa. Berdasarkan hadits:
((لاَعْتِكَافَ إِِلاََّ فِي اْلمَسَاجِدِ الثَّلا َثَةِ ))
“Tidaklah (dianggap) `itikaf kecuali ditiga Masjid (Masjid Haram, Masjid Nabawi dan Masjid Aqsa).”
Akan tetapi dijelaskan oleh para Ulama yang lain bahwa hadits diatas merupakan sebagai keutamaan bukan sebagi syarat sahnya `itikaf, karena Allah  berfirman:
وَأَنْتُمْ عَاكِفُوْنَ فِي اْلمَسَاجِد ِ
“Sedangkan kamu beri`tikaf dalam masjid-masjid.” [Q.S. Al-Baqarah: 187].
Adapun rukun `itikaf yaitu niat tinggal dimasjid.
LARANGAN-LARANGAN `ITIKAF DAN PEMBATAL-PEMBATALNYA:
a. Keluar dari masjid tanpa udzur syari`.
b. Hubungan suami istri.
c. Haidh dan nifas.
d. Qadha`iddah (Wanita yang ditinggal mati suaminya) maka jika ia sedang `itikaf sementara suaminya meninggal maka ia harus keluar dari masjid untuk menunaikan `iddahnya dirumahnya.
e. Keluar dari Islam (murtad).
19. Mencari/ Menanti Lailatul Qadar.
Disunahkan mencari lailatul qadar pada bulan Ramadhan, yaitu pada sepuluh terakhir dibulan Ramadhan pada tanggal dua puluh satu, duapuluh tiga, dua puluh lima, dua puluh tujuh, dan pada tanggal dua puluh sembilan. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah :
(( اِلْتَمِسُوْهَا فِي اْلعَشْرِ اْلأَوَاخِرِ فِي اْلوِتْرِ ))
“Carilah oleh kalian di sepuluh akhir pada bilangan ganjil.” [HR. Al Bukhari: 2017& 2021 dan Muslim: 1167/1169].
Mencari lailatul qadr pada tanggal dua puluh tujuh itu lebih mendekati kemungkinan terjadinya, karena adanya hadits yang menjelaskan:
(( فَمَنْ كَانَ مُتَحَرِّيْهَا فَلْيَتَحّرِّهَا فِي السَّبْعِ اْللأَوَاخِرِ )).
“Barangsiapa yang ingin mendapatkan malam lailatul qadar maka carilah pada tujuh hari terakhir.” [Muttafaqun `Alaih].
Berkata Shahabat Ubai Bin Ka`ab :
[ إِنَّهَا لَيْلَةُ سَبْعٍ وَعِشْرِيْنَ ].
“Bahwasannya lailatul qadar itu (terjadi) pada tanggal dua puluh tujuh.” [Muslim: 2770].
Pendapat ini (lailatul qadr jatuh pada malam yan ke 27), adalah madzhabnya Ahli Kufah, Imam Atsauri, Shahabat Umar t, Shahabat Khudzaifah t dan yang lainnya.
Sedangkan diantara Shahabat lain diantaranya: Shahabat Ibnu Abbas t dan yang lainnya sependapat dengan madzhabnya Ahli Makkah dan Madinah, yaitu bahwasannya malam lailatul qadr jatuh pada malam yang ke 23 Ramadhan. [Lihat Lathaifil Ma`arif: 358].
Banyak sekali hadits-hadits shahih yang menerangkan tentang waktu terjadinya malam lailatul qadar, yang pada intinya terjadinya malam diantara malam-malam yang ganjil pada sepuluh terakhir di bulan Ramadhan. Oleh karena itu Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata:
Jika perkara itu demikian, maka seyogyanya seorang mu`min mencarinya (lailatul qadr itu) pada sepuluh akhir (dibulan Ramadhan) semuanya. [Fatawa: 25/ 284 & 285].
Dijelaskan oleh sebagaian ulama bahwa malam lailatul qadar itu terjadi berpindah-pindah waktunya, tidak hanya satu malam tertentu setiap tahunnya, bahkan waktunya berganti-ganti dari tahun ketahun. Imam Nawawi berkata: Inilah dzahir yang dipilih (malam lailatul qadr berpindah-pindah waktunya) karena adanya beberapa hadits yang shahih yang saling kontradiktif (bertentangan pada dzahirnya) tentang hal itu, tidak ada cara lain untuk saling menggabungkan (pemahaman hadits-hadits tersebut yang pada dzahirnya kontradiktif) kecuali dengan cara (bahwa malam lailatul qadar itu) berpindah-pindah waktunya (tidak hanya malam tertentu saja). [AL-Majmu`: 6/ 450].
Diantara hikmahnya, Allah  sembunyikan tentang waktu kapan terjadinya secara pasti wallahu `alam, adalah:
- Merupakan suatu rahmat (kasih sayang) Allah  kepada kita, agar kita memperbanyak amal shaleh pada malam-malam ganjil disepuluh terakhir pada bulan Ramadhan.
- Agar hamba senantiasa mendekatkan diri kepada Allah  pada malam-malam ganjil disepuluh terakhir pada bulan Ramadhan.
- Sebagai ujian bagi orang- orang yang bersungguh dalam mencarinya dan siapa yang malas lagi meremehkan pahala serta keutamaan yang begitu besarnya.
Diantara fadhilah malam lailatul qadar adalah:
a- Malam tersebut diturunkannya al-Qur`an. [Q.S. Al-Qadar: 1& Addukhan: 3].
b- Malam tersebut lebih baik dari seribu bulan. [Q. S. Al-Qadar: 3].
c- Malam tersebut adalah malam yang dibarakati. [Q.S. Addukhan: 3].
d- Pada malam tersebut para Malaikat turun diantaranya adalah malikat Jibril, dengan membawa kebikan, barakah serta rahmat. [Q.S. Al-Qadar: 4].
e- Pada malam tersebut adalah malam yang penuh dengan kesejahteraan sampai terbit fajar. [Q.S. Al-Qadar: 5].
Disebutkan dalam ayat tersebut dengan salaam yaitu saalimah maksudnya pada saat itu syaithan tidak bisa berbuat kejahatan atau mengganggu anak Adam, sebagimana dijelaskan oleh Mujahid. [Ibnu Katsir: 4/ 531]
f- Pada malam tersebut adalah malam yang segala urusan penuh dengan hikmah. [Q.S. Addukhan: 4].
g- Allah  akan mengampuni dosa-dosa yang telah berlalu bagi orang yang mendapatkan malam tersebut serta menghidupkan malam tersebut dengan mendekatkan diri kepada Allah  karena keimanan dan mengharapkan pahala-Nya. Nabi  bersabda:
“Barangsiapa mendirikan shalat pada malam lailatul qadar karena iman dan mengharap pahala, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” [ Muttafaqun `Alaihi].
Barangsiapa yang mengetahui datangnya malam lailatul qadar disunahkan berdo`a dengan do`a yang Rasulullah  ajarkan. Diriwayatkan dari Aisyah ia berkata: Aku bertanya kepada Rasulullah ; Wahai Rasulullah ? apa pendapatmu jika aku mengetahui lailatul qadar? apa yang harus aku ucapkan didalamnya? Beliau  menjawab, katakanlah:
(( اَللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوّ تُحِبُّ الْعَفْوَفَاعْفُ عَنِّي )).
“Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun, Engkau mencintai pengampunan, maka ampunilah Aku.” [HR At-Tirmidzi, ia berkata hadits hasan shahih. Berkata Syaikh al-Albani: Shahih: 3337].
Pada malam-malam sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, hendaknya kita banyak berdo`a dengan do`a-do`a permohonan kebaikan dunia dan akhira.
[Baca: Kitab Al-Ad`iyah Al-Mukhtarah Minal Qur`an Wassunnah Al-Muthharah, karya Abu Hamzah Abdul Mujieb al-Atsari dan Kitab Hishnul Muslim, karya Syaikh DR Sa`id Ali al-Qahthani].
TANDA-TANDA TERJADINYA LAILATUL QADR:
a- Terjadinya pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan pada bilangan ganjil.
b- Matahari tidak bersinar terang pada pagi harinya.
Shahabat Ubai bin Ka`ab t berkata: Bahwasannya Rasulullah  mengkhabarkan diantara tanda-tandanya adalah:
(( أَنَّ الشَّمْسَ تَطْلُعُ صَبِيْحَتُهَا لاَشُعَاعَ لَهَا )).
“Bahwasanya pada pagi harinya matahari terbit tanpa ada sinarnya.” [HR Muslim: 1782].
c- Sinar matahari menjadi merah lemah ketika terbitnya pada hari itu.
Shahabat Ibnu Abbas t berkata, bahwasanya Rasulullah  bersabda:
(( لَيْلَةُ اْلقَدْرِطَلْقَةٌ لاَحَرَارَةَ وَلاَ بَارِدَةَ تُصْبِحُ الشَّمْسُ يَوْمَهَا حَمْرَاءَ ضَعِيْفَةٍ )).
“Malam lailatul qadar (adalah terjadi pada saat) udara terbuka, udara tidak panas dan tidak dingin pada pagi harinya, matahari menjadi kemerah-merahan lagi lemah (sinarnya).” [Shahih Ibnu Khuzaimah: 3/ 331dishahihkan oleh al-Albani: 5351].
d- Pada malam itu Malaikat berada di bumi lebih banyak jumlahnya daripada bilangan krikil.
e- Pada malam itu sinar terlihat merata sekalipun ditempat-tempat yang gelap.
f- Pada malam itu para Malaikat memberi salam kepada para penghuni Masjid.
20. MENUNAIKAN ZAKAT FITRAH.
Zakat fitrah hukumnya wajib bagi setiap muslim dan muslimah baik bagi yang berpuasa maupun tidak.
Allah  berfirman:
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى وَذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّى .
“Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman) dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia melakukan shalat.” [Q.S. Al-`Ala: 14-15].
Dari Shahabat Ibnu `Abbas t ia berkata:
(( فَرَضَ رَسُوْلُ الله ِ  زَكَاةَ اْلفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ ا للَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَة ًِللْمَسَاكِيْنِ فَمَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلاَةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُوْلَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلاَةِ فَهِي صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتٍ )).
“Rasulullah  telah mewajbkan zakat fitrah, sebagai penyuci orang yang berpuasa dari kesia-siaan dan ucapan kotor, dan sebagai pemberian makan kepada fakir miskin, barangsiapa yang mengeluarkannya sebelum shalat `ied, maka zakatnya diterima dan barangsiapa yang membayarnya setelah shalat ied maka ia adalah sedekah biasa.” [Abu Dawud: 1609 dan Ibnu Majah: 1827 dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Alirwa: 843, dalam shahih Abu Dawud: 1427].
Dari Shahabat Ibnu `Abbas t ia berkata:
(( فَرَضَ رَسُوْ لُ الله ِ  زَكَاةَ الْفِطْرِ عَلَى الْحُرِّ وَالْعَبْدِ وَالذَّكَرِ وَاْلأُنْثَى وَالصَّغِيْرِ وَاْلكَبِيْرِ مِنَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَأَمَرَبِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوْجِ النَّاسِ إِِلَى الصَّلاَةِ)).
“Rasulullah  telah mewajbkan zakat fithri bagi orang yang merdeka dan hamba sahaya, laki-laki dan perempuan, anak-anak dan orang dewasa dari kaum muslimin. Beliau  memerintahkan agar zakat fitrah tersebut ditunaikan sebelum orang-orang melakukan shalat `ied (hari raya iedul fitri).” [Muttafaqun`Alaih].
JENIS MAKANAN YANG DIKELUARKAN UNTUK ZAKAT.
Jenis zakat fitrah yang wajib dikeluarkan adalah makanan pokok anak Adam.
Zakat fitrah tidak bisa diganti dengan nilai nominalnya, karena hal itu tidak sesuai dengan tuntunan Rasulullah  dan juga menyelisihi perbuatan para shahabat. Hal ini berdasarkan keterangan dari Shahabat Abu Sa`id Al-Khudry t bahwa dia berkata:
“Dahulu ketika Nabi  masih hidup kami mengeluarkan zakat fitrah dalam bentuk satu sha` makanan, atau satu sha` kurma, atau satu sha` gandum, atau satu sha` zabib (kurma kering).” [Muttafaqun`Alaih].
Yang paling utama adalah membatasi jenisnya (lima jenis zakat), sesuai dengan apa yang telah disebutkan dalam hadits diatas, selama jenis tersebut didapatkan dan ada orang yang mengkonsumsinya, inilah pendapat jumhur (mayoritas) ulama, akan tetapi sebagaian ulama menyatakan bahwa yang dimaksud adalah makanan pokok masing-masing Negeri, inilah pendapat yang kuat, karena tujuan zakat fitrah adalah memberi makan orang-orang miskin.
Dari keterangan hadits diatas jelaslah bagi kita, bahwa zakat fitrah tidak bisa diganti dengan nilai nominalnya dan juga karena di zaman Rasulullah  terdapat nilai tukar (uang), seandainya boleh atau bisa ditukar dengan nilai nominalnya, tentulah Rasulullah  memerintahkan kepada para shahabatnya untuk mengeluarkan zakat dengan nilai makanan tersebut.
UKURAN YANG WAJIB DIKELUARKAN
Terdapat riwayat dari hadits shahih, bahwa Rasulullah  mewajibkan zakat fitrah sebanyak satu sha`. Yang dimaksud adalah satu sha` Nabi , yaitu berupa empat mud, satu mud adalah sepenuh dua telapak tangan orang dewasa berukuran sedang, berisi jenis makanan zakat, berat keseluruhannya empat mud, kurang lebih 2,40 kilogram.
WAKTU MENGELUARKAN ZAKAT
Waktu pengeluaran zakat fitrah ada dua:
1- Waktu fadhilah (yang utama).
Dimulai dari terbenamnya matahari pada malam `ied hingga pagi sebelum shalat ied dan yang paling utama adalah antara setelah shalat fajar (subuh) dan sebelum shalat `ied. Sebagaimana berdasarkan hadits Ibnu Umar t, ia berkata:
(( أَنَّ النَّبِيَّ  أَمَرَ بِزَكَاةِ اْلفِطْرِ قَبْلَ خُرُوْجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلاَةِ )).
“Bahwasanya Nabi  memerintahkan untuk mengeluarkan zakat fitrah sebelum orang-orang keluar untuk shalat.” [Muttafaqun `Alaih].
Oleh karena itu, sunnahnya shalat `iedul fitri itu diakhirkan.
2- Waktu Jawaz (yang boleh).
Waktu yang diperbolehkan untuk mengeluarkan zakat fitrah adalah sehari atau dua hari sebelum `ied. Juga berdasarkan hadits Ibnu Umar t, ia berkata:
(( وَكَانُوْا يُعْطُوْنَ قَبْلَ اْلفِطْرِ بِيَوْمٍ أَوْ يَوْمَيْنِ )).
“Mereka dahulu (para shahabat) memberikan (zakat fitrah kepada orang-orang miskin) sebelum `iedul fitri sehari atau dua hari sebelumnya.” [HR Al Bukhari: 1440].
Tidak boleh mengakhirkannya setelah `ied, barangsiapa yang mengakhirkannya maka tidak terhitung zakat fitrah, namun terhitung sebagai shadaqah biasa saja.
KEPADA SIAPA ZAKAT FITRAH DIBERIKAN?
Dalam hadits Ibnu Abbas t disebutkan bahwa ia berkata:
“Rasulullah  telah mewajbkan zakat fitrah, sebagai penyuci orang yang berpuasa dari kesia-siaan dan ucapan kotor, dan sebagai pemberian makan kepada fakir miskin, barangsiapa yang mengeluarkannya sebelum shalat `ied, maka zakatnya diterima dan barangsiapa yang menunaikannya setelah shalat `ied maka ia adalah sedekah biasa.” [HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah].
Berdasarkan hadits diatas dijelaskan bahwa zakat fitrah hanya diberikan kepada orang-orang miskin saja, bukan kepada delapan golongan yang berhak menerima zakat. Inilah pendapat yang dirajihkan (dikuatkan) oleh sekelompok ulama diantaranya adalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Syaikh Ibnul Qayyim.
DIANTARA HIKMAH ZAKAT FITRAH
1- Sebagai pensuci jiwa dari dari segala kotoran, sifat bakhil dan akhlak yang buruk lainnya.
2- Sebagai penyempurna pahala dan pengembang amal shaleh.
3- Hikmah yang paling agung adalah sebagai rasa tanda syukur orang yang berpuasa kepada Allah  atas nikmat ibadah puasa.
4- Sebagai penghibur orang fakir miskin dari hinanya meminta-minta pada hari `ied.
21. BERHARI RAYA `IEDUL FITRI
Hari raya adalah hari bersuka cita, kegembiraan dan kebahagiaan kaum mu`minin di dunia adalah karena Allah  semata, yaitu dikarenakan telah menyempurnakan ketaatan serta ibadah karena Allah  semata, kaum mukminin yakin akan janji-janji-Nya berupa ampunan, Surga dan berjumpa dengan-Nya. Oleh karenanya Allah  berfirman:
قُلْ بِفَضْلِ اللهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَالِكَ فَلْيَفْرَحُوْا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُوْنَ 
“Katakanlah: Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira, karena Allah dan rahmat-Nya itu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” [Q.S. Yunus: 58].
Ketika Nabi  tiba di Madinah, kaum Anshar memiliki dua hari istimewa, mereka bermain-main didalamnya, maka Nabi  bersabda:
(( إِنَّ الله َقَدْ أَبْدَلَكُمْ يَوْمَيْنِ خَيْراً مِنْهُمَا: يَوْمُ الْفِطْرِ وَاْلأََضْحَى )).
“Sesungguhnya Allah  telah mengganti kan bagi kalian dua hari yang jauh lebih baik (dari kedua hari kalian yaitu): `Idul Fitri dan `Iedul Adha.” [HSR. Abu Dawud: 1135 dan Nasa`i: 3/ 179 dengan sanad hasan].
AMALAN-AMALAN YANG DISYARIAT KAN PADA HARI RAYA
1- Disunnahkan mandi, memakai wewangian serta mengenakan pakaian yang terbaik.
2- Disunnahkan mencabut bulu ketiak, mencukur bulu kemaluan dan memotong kuku.
3- Disunnahkan makan terlebih dahulu pada hari raya `idul fitri, makanan berupa kurma atau makanan yang lainnya dengan bilangan ganjil. Tetapi pada `iedul adha Rasulullah  tidak makan terlebih dahulu sampai Beliau  pulang, setelah itu baru Beliau  memakan sebagaian daging binatang sembelihannya.
4- Disunnahkan berjalan kaki menuju tanah lapang.
5- Disunnahkan berjalan pada jalur yang berbeda antara ketika berangkat menuju tempat shalat dengan pulangnya.
6- Disunnahkan bertakbir ketika menuju tempat shalat hingga shalat didirikan, bila shalat telah usai maka usailah takbir, dan juga disunnahkan mengeraskan suara bagi kaum laki-laki, sedangkan bagi kaum wanita dengan suara lirih.
Takbir pada hari raya iedul fitri dimulai dari tenggelamnya matahari akhir hari bulan Ramadhan, berlangsung terus sampai didirikan shalat `ied.
Yang paling dianjurkan adalah bertakbir ketika keluar menuju tempat shalat dan ketika menanti shalat `ied ditegakkan. Bertakbir diucapkan sendiri-sendiri, tidak dikomando dengan satu suara atau pemandu, karena Rasulullah  dan para shahabatnya mereka bertakbir sendiri-sendiri.
SIFAT TAKBIR/ BENTUK-BENTUK TAKBIR
Diriwayatkan dalam mushanaf Ibnu Abi Syaibah dengan sanad yang shahih Shahabat Ibnu Mas`ud t bertakbir dengan takbir :
اَلله ُأَكْبَرُ ، اَلله ُ أَكْبَرُ، لاَ إِلَهَ إلاَّ الله ُوَالله ُ أَكْبَرُ ،اَلله ُ أَكْبَرُ وَِلله ِالْحَمْدُ.
“Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, tidak ada Tuhan (yang berhaq disembah) kecuali Allah semata dan Allah Maha Besar, Allah Maha Besar dan segala puji milik Allah.”
[Lihat dalam kitab Mushanaf Ibnu Abi Syaibah: 2/ 165 dan Baihaqi: 3/ 314 dengan sanad yang shahih].
اَلله ُ أَكْبَرُ، اَلله ُأَكْبَرُ، اَلله ُ أَكْبَرُ، لاَإِلَهَ إلاَّ الله ُوَالله ُ أَكْبَرُ ، اَلله ُأَكْبَرُ، وَِللهِ الْحَمْدُ.
“Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, tidak ada Tuhan (yang berhaq disembah) kecuali Allah semata dan Allah Maha Besar, Allah Maha Besar dan segala puji milik Allah.”
[Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah: 5622 dengan redaksi lain dengan sanad yang shahih dengan tiga takbir].
اَلله ُأَكْبَرُ كَبِيْراً، َالله ُأَكْبَرُ كَبِيْراً، اَلله ُأَكْبَرُ وَأَجَلُّ ، اَلله ُأَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ .
“Allah Maha Besar lagi Maha Agung, Allah Maha Besar lagi Maha Agung, Allah Maha Besar lagi Maha Mulia, Allah Maha Besar dan segala puji milik Allah.” [Al-Irwa 3: 126 HR. Mahami dengan sanad yang shahih].
SHALAT `IED.
Diantara ulama berselisih pendapat tentang hukum shalat `ied, antara sunnah mu`akkadah (sangat ditekankan) dan fardu `ain (kewajiban setiap indifidu muslim).
Ulama yang berpendapat sunnah muakkadah mereka berdasarkan hadits Al-`Arabi, “Bahwasannya Allah  tidak pernah mewajibkan shalat kepada hamba-Nya melainkan shalat-shalat yang lima waktu saja.”
Dan Ulama yang berpendapat bahwa Shalat `Ied hukumnya fardhu `ain, mereka berhujjah dengan dalil dari Al-Qur`an dan Assunnah. Allah  berfirman:
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ 
“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah.” [Q.S. Al-Kautsar: 2].
Dan berdasarkan perintah Rasulullah  kepada para wanita supaya mereka keluar shalat`ied. Dari Umu `Athiyah ia berkata:
(( أََمَرَنَا رَسُوْ لُ الله ِ  أَنْ نُخْرِجَ فِى الْفِطْرِ وَاْلأَضْحَى اَلْعَوَاتِقَ وَاْلحُيَّضَ وَذَوَاتِ الْخُدُوْرِ . فَأَمَّا اْلحَيْضَ فَيَعْتَزِلْنَ الصَّلاَةِ وَيَشْهَدْنَ اْلخَيْرَ وَدَعْوَةَ الْمُسْلِمِيْنَ قَالَتْ: يَا َرسُوْلَ الله؟ إِحْدَانَا لاَ يَكُوْنُ لَهَا جِلْبَابٌ قَالَ: لِتُلْبِسْهَا أُخْتُهَا مِنْ جِلْبَابِهَا )).
“Rasulullah  memerintahkan kepada kami supaya kami mengeluarkan (pada shalat `iedul fithri dan `iedul adha) anak-anak gadis, wanita haidh dan para wanita yang sedang dipingit. Adapun wanita-wanita yang sedang haidh hendaklah mereka menjauh dari tempat shalat dan menyaksikan kebaikan dan juga berdo`a bersama kaum muslimin. Ummu `Athiyyah berkata: Wahai Rasulullah? Salah seorang diantara kita tidak memiliki jilbab, Rasulullah  bersabda supaya saudarinya meminjamkan jilbabnya.” [HR Muslim: 2/ 605].
Dan juga dalil tentang wajibnya shalat `ied bahwa jika shalat `ied jatuh pada hari jum`at maka kewajiban shalat jum`ah menjadi gugur, sebagaimana Shahabat Zaid bin Arqam t ia berkata:
(( صَلىَّ النَّبِيُّ  الْعِيْدَ ثُمَّ رَخَّصَ فِي اْلجُمُعَةِ فَقَالَ: مَنْ شَاءَ أَنْ يُصَلِّيَ فَلْيُصَّلِّ )).
“Nabi  melakukan shalat `ied, kemudian Beliau  memberikan dispensasi (rukhshah), (untuk tidak menghadiri shalat jum`ah), maka Beliau  bersabda: “Barangsiapa yang hendak shalat (jum`ah) maka silahkan ia shalat.” [HR Khamsah kecuali At-Tirmidzi dan dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah].
HUKUM-HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN SHALAT `IED.
 Shalat terlebih dahulu sebelum khutbah.
Berdasarkan hadits Ibnu Umar t, Abu Sa`id t dan Ibnu Abbas t, bahwa Rasulullah  shalat `ied sebelum Khutbah.” [HR Al Bukhari: 913, 914 & 919 dan Muslim: 884, 888 & 889].
! Shalat `ied dilaksanakan ditanah lapang.
Hendaknya shalat `ied dilaksanakan ditanah lapang karena Nabi  tidak pernah melaksanakan shalat `ied di Masjid kecuali hanya sekali ketika turun hujan. [Zaadul ma`ad libnilqayyim: 1/ 441- 448].
Oleh karena itu berkata Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Fathul Barinya: Shalat `ied dilaksanakan di tanah lapang tidak di Masjid kecuali bila dalam keadaan darurat.
! Waktu shalat `ied mulai terbitnya matahari hingga tergelincirnya matahari.
! Shalat `ied tanpa adzan dan tanpa iqamah [HR Al Bukhari].
Dan tidak pula ada ucapan: “Asshalaatu jaami`aah”, serta tidak ada shalat sebelumnya dan setelahnya, sebagaimana diriwayatkan dari Shahabat Ibnu `Abbas t. [Sunan Abu Dawud: 1159].
! Adalah Rasulullah  mengakhirkan shalat `iedulfitri dan menyegerakan shalat `iedul adhha. [Zaadul maa`ad: 1/ 121].
Tata Cara Shalat `Ied.
Shalat `ied dua raka`at, dimulai dengan takbiratul ihram, kemudian takbir setelahnya tujuh kali, pada rakaat kedua takbir lima kali takbir selain takbir intiqal (perpindahan takbir bangkit dari ruku`), mengangkat kedua tangannya setiap kali takbir.
Kemudian membaca al-Fatihah setelah takbiratul ihram, kemudian membaca surat al-`Ala pada rekaat pertama, pada rakaat kedua membaca surat al-Ghasyiyah ba`da al-Fatihah atau membaca surat Qaaf pada rakaat pertama ba`da al-Fatihah sedangkan pada rakaat kedua membaca surat al-Qamar.
Kemudian Imam berkhutbah dengan dua khutbah, meperbanyak takbir pada saat berkhutbah, tidak wajib menghadiri dua khutbah tersebut, dari Abdullah bin Sa`ib t ia berkata: Aku menyaksikan shalat `ied bersama Nabi , maka ketika selesai dari shalat Beliau  bersabda:
(( إِنَّا نَخْطُبُ فَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَجْلِسَ لِلْخُطْبَةِ فَلْيَجْلِسْ وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَذْهَبَ فَلْيَذْهَبْ )).
“Sesungguhnya kami hendak berkhutbah, barangsiapa yang mau duduk (untuk mendengarkan) khutbah maka (silahkan) duduk, maka barangsiapa hendak pergi maka pergilah.” [HSR Abu Dawud, lihat Aljami` Ashaghir: 1/ 406, Tamamul Minah: 1/ 350].
Diantara ulama berselisih pendapat bagi seseorang yang terluput dari shalat `ied apakah ia shalat sendirian atau gugur shalat `ied tersebut, pendapat pertama hendaknya melaksanakan shalat `ied tersebut sekalipun sendirian, Imam Al Bukhari berkata: “Bab, apabila terluput dari shalat `ied shalat dua rakaat.” Pendapat kedua adalah sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh al-Utsaimin: Pendapat yang paling kuat tidak mengqadha shalat `ied, bahwasannya orang yang terluput (ketinggalan) shalat `ied maka gugurlah (kewajiban shalat `ied tersebut). Berbeda dengan shalat jum`ah, bila seseorang terluput dari shalat jumat, maka ia wajib shalat dzuhur empat raka`at. [Asilah wa Ajwibah fi shalatil `idain: libni Utsaimin].
TAHNI`AH `IED
Tahni`ah (ucapan selamat `ied) merupakan suatu adat atau kebiasaan yang baik, padanya terdapat maslahat yaitu saling mendo`akan akan kebaikan sesama muslim dan juga sebagai sebab tumbuhnya kasih sayang sesama kaum muslimin.
Adalah para shahabat Nabi , apabila mereka berjumpa diantara mereka pada hari `ied, mereka saling bertahniah dengan lafadz:
(( تَقَبَّلَ الله ُمِناَّ وَمِنْكُمْ )).
“Semoga Allah  menerima (amal ibadah) diantara kami dan kalian.”
Dari Jubair bin Nufair t ia berkata: Adalah Nabi  apabila berjumpa diantara mereka pada hari `ied, mereka saling bertahniah dengan do`a:
(( تُقُبِّلَ منَِّا وَمِنْكُمْ )).
“Semoga diterima (amal ibadah) diantara kami dan kalian.” [ Ibnu Hajar sanadnya hasan, al-fath: 2/ 446].
Ucapan tahni`ah diatas lebih afdhal dari pada ucapan `Ied Mubaarak, Kulu Aamin Wa Antum Bikhairin, Minal`aidzin wal faaizin dsb.
22. PUASA ENAM HARI SYAWAL.
Orang yang berpuasa Ramadhan seyogyanya puasa enam hari di bulan Syawal.
 Karena pahalanya bagaikan pahala satu tahun penuh. Rasulullah  bersabda:
(( مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتاًّ مِنْ شَوَّالَ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ )).
“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan lalu menyambungnya dengan (puasa) enam hari dibulan syawwal, maka (pahalanya) seperti ia berpuasa selama satu tahun.” [HR Muslim].
 Puasa enam hari dibulan Syawwal setelah Ramadhan, merupakan pelengkap dan penyempurna pahala dari puasa setahun penuh.
 Puasa enam hari Syawwal hukumnya sunnah.
 Tidak wajib mengqadhanya seandainya berlalu bulan Syawwal sementara ia belum berpuasa enam hari Syawwal, baik dia meninggalkan karena adanya udzur, maupun sengaja.
 Puasa Syawwal dimulai dari hari kedua dari bulan Syawwal, karena hari pertama Syawwal adalah hari `iedul fitri, sedangkan pada hari `ied dilarang berpuasa.
 Puasa enam hari Syawwal tidak harus berturut-turut waktunya, yang penting masih dibulan Syawwal.
 Puasa enam hari Syawwal hanyalah dilaksanakan setelah selesainya puasa Ramadhan. Oleh karenanya barangsiapa yang punya hutang puasa Ramadhan, maka hendaknya ia mengqadhanya terlebih dahulu, itulah arti dari sabda Rasulullah r: “Barangsiapa puasa Ramadhan kemudian mengikutinya enam hari dari bulan Syawwal…….”
PEMBATAL-PEMBATAL PUASA
Semua perkara yang membatalkan puasa selain haid dan nifas, tidaklah membatalkan orang yang berpuasa kecuali bila terpenuhi adanya tiga syarat:
1- Orang tersebut `Aalim (mengerti/ tahu). Jika seseorang melakukan perbuatan yang membatalkan puasa karena Jaahil (tidak tahu) maka tidaklah membatalkan puasa. Berdasarkan Firman Allah U:
وَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيمَا أَخْطَأْْ تُمْ بِهِ وَلَكِنْ مَّا تَعَمَّدَتْ قُلُوْبُكُمْ وَكَانَ الله ُغَفُوْراً رَّحِيْماً .
“Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [Q.S. Al-Ahzab: 5].
Dikisahkan bahwa Adi bin Hatim t makan sesuatu dari makanan setelah fajar/ subuh karena jahil, maka Rasulallah r tidak memerintahkan untuk mengqadhanya.
Orang tersebut sadar/ ingat.
Jika seseorang lupa ketika melakukan perbuatan yang membatalkan puasa, seperti makan dan minum, maka puasanya sah dan tidak perlu mengqadhanya. Rasulullah  bersabda:
(( مَنْ نَسِيَ وَهُوَ صَائِمٌ فَأَكَلَ أَوْ شَرِبَ فَلْيُتِمْ صَوْمَهُ فَإِنَّمَا أَطْعَمَه ُاللهُ وَسَقَاهُ )).
“Barangsiapa yang lupa makan atau minum sedangkan ia sedang berpuasa, maka hendaklah ia menyempurnakan puasanya (melanjutkan puasanya dan tidak berbuka) karena sesengguhnya ia telah diberi makan oleh Allah U dan minum.” [Muttafaqun`Alaih].
Jika ia ingat bahwasanya ia sedang berpuasa, maka wajib baginya membuang apa yang ada pada mulutnya dan bagi orang yang melihat orang yang sedang puasa makan atau minum karena lupa, maka hendaknya mengingatkannya, karena hal itu merupakan amar ma`ruf nahi munkar dan merupakan tolong-menolong dalam kebajikan dan ketakwaan. Allah U berfirman:
 وَتَعَاوَنُوْا عَلَى اْلبِرِّ وَالتَّقْوَىوَلاَتَعَاوَنُوْاعَلَى اْلإِثْمِ وَاْلعُدْوَانِ
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” [Q.S. Al-Maidah: 2].
3- Karena kehendak Sendiri.
Seandainya seorang istri dipaksa hubungan suami istri oleh suaminya, sementara sang istri tidak bisa menolaknya atau menghindarnya, maka puasanya (sang istri) sah.
Rasulullah r bersabda:
(( إِنَّ الله َتَجَاوَزَ عَنْ أُمَّتِي الْخَطَأَ وَالنِّسْيَانَ وَمَاسْتُكْرِهُوْاعَلَيْهِ ))
“Sesungguhnya Allah U memaafkan/ mengampuni umatku yang melakukan kesalahan, kelupaan dan yang terpaksa/ dipaksa.” [HSR. Ibnu Majah dan Baihaqi, dihasankan oleh Imam Nawawi, dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Misykatul Mashabih: 3/ 372].
HAL-HAL YANG MEMBATALKAN PUASA:
1- Makan dan minum dengan sengaja.
Allah U berfirman:
“Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih, dari benang hitam, yaitu fajar. kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.” [Q.S. Al-Baqarah: 187] .
Barangsiapa yang makan atau minum dengan sengaja bukan karena dipaksa atau lupa, maka wajib atasnya bertaubat, mengqadha hari yang ia berbuka padanya dan tidak ada kafarah menurut pendapat yang raajih (kuat).
2- Jima` (Hubungan suami istri).
Allah U berfirman:
 فَاْلآنَ بَاشِرُوْهُنَّ وَابْتَغُوْا مَاكَتَبَ الله ُلَكُم وَكُلُوْاوَاشْرَبُوْا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ اْلأَبْيَضُ مِنَ اْلخَيْطِ اْلأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّواالصِّيَامَ إِلىَ الَّليْلِ .
“Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih, dari benang hitam, yaitu fajar, kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu.” [Q.S. Al-Baqarah: 187].
Adapun kafarah (denda/ hukuman) bagi orang yang batal puasanya disebabkan jima`, maka ia harus melakukan empat perkara:
1- Wajib atasnya menahan sisa hari yang tertinggal, yaitu ia menahan makan dan minum hingga maghrib (tenggelamnya matahari/ waktu berbuka puasa) karena ia membatalkan puasa tanpa dasar yang disyariatkan.
2- Wajib baginya bertaubat, karena ia telah terjumus kedalam dosa besar.
3- Mengqada hari yang ia jima` padanya.
4- Wajib baginya menunaikan kafarah yaitu memerdekakan budak, jika ia tidak memiliki budak maka ia harus berpuasa dua bulan berturut-turut, maka jika ia tidak mampu berpuasa dua bulan berturut-turut, maka ia harus memberi makan enam puluh fakir miskin, maka jika ia tidak memiliki makanan untuk diberikan kepada enam puluh fakir miskin, maka gugurlah kewajiban yang keempat ini ya`ni kafarah, berdasarkan firman Allah :
 لاَ يُكَلِّفُ الله ُنَفْساً إِلأََ وُسْعَهَا .
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” [Q.S. Al-Baqarah: 285].
Kewajiban kafarah ini berdasarkan hadits yang diceritakan oleh shahabat Abu Hurairah t ia berkata:
(( جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ  فَقَالَ: هَلَكْتُ قَالَ: مَاأَهْلَكَكَ؟ قَالَ: وَقَعْتُ عَلَى امْرَأَتِيْ فِي رَمَضَانَ قَالَ: هل تَجِدُ رَقَبَةً؟ قَالَ :لاَ .قَالَ :فَهَلْ تَسْتَطِيْعُ أًنْ تَصُوْمَ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ؟ قَالَ: لاَ.قَالَ:فَهَلْ تَجِدُ مَا تُطْعِمُ سِتِّيْنَ مِسْكِيْناً؟ قَالَ : لاَ قَالَ:ثُمَّ جَلَسَ فَأُتِيَ النَّبِيُّ  بِعَرَقٍ فِيْهِ تَمْرٌفَقَالَ: تَصَدَّقْ بِهَذَا قَالَ:أَفْقَرُ مِناَّ؟ فَمَا لاَ بَتَيْهَا أَهْلُ بَيْتٍ أَحْوَجُ مِنَّا فَضَحِكَ النَّبِيُّ  حَتَّي بَدَتْ أَنْيَابُهُ ثُمَّ قَالَ: إِذْهَبْ فَأَطْعِمْهُ أَهْلَكَ )).
“Seseorang datang kepada Nabi  meminta fatwa, “Ya Rasulullah? celakalah saya.” Nabi  bertanya: “Apa yang mencelakakanmu? dia menjawab: saya mencampuri istri sedangkan saya berpuasa.” Nabi  bertanya: mampukah kamu memerdekakan seorang budak/ sahaya? ia menjawab: “Tidak.” Nabi  bertanya: mampukah kamu berpuasa dua bulan berturut-turut? ia menjawab: “Tidak.” Nabi  bertanya lagi: apakah kamu bisa memberi makan enam puluh fakir miskin? dia menjawab: “Tidak.” kemudian ia duduk, lalu didatangkan kepada Nabi r satu araq (yaitu sebungkus kurma seberat: 32 kg 650 gram), lalu Nabi  bersabda: Shadaqahkanlah ini! ia bertanya; kepada orang yang lebih miskin dari kami? Tidak ada di kampung kami yang lebih membutuhkan daripada kami, Nabi  tertawa hingga nampak gigi taringnya, lalu Beliau  bersabda: Pulanglah! berikan kepada keluargamu!.” [Muttafaqun`Alaih].
3- Sengaja muntah, dengan cara mengeluarkan makanan atau minuman dari perut melalui mulut. Nabi  bersabda:
(( مَنِ اسْتَقاَءَ عَامِداً فَلْيَقْضِ وَمَنْ ذَرَعَهُ الْقَيْئُ فَلاَ قَضَاءَ عَلَيْهِ )).
“Barangsiapa yang muntah dengan sengaja maka wajib baginya mengqadha dan barangsiapa yang muntah tanpa sengaja maka tidak wajib mengqadha.” [HR Abu Dawud: 2380 dan Tirmidzi: 720].
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menyebutkan dalam kitabnya “Haqiqatushshiyam” hal: 13 bahwa hadits diatas adalah hadits yang shahih.
4- Haidh dan Nifas.
Apabila seorang wanita haidh atau nifas maka tidak sah puasanya, tapi ia wajib mengqadha puasa yang ia tiggalkan karena dua udzur syari` tersebut dan tidak mengqadha shalat. Hal ini berdasarkan hadits `Aisyah ia berkata:
(( كَانَ يُصِيْبُنَا ذَلِكَ فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلا نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلاَةِ ))
“Adalah kami mengalami hal itu (haidh dan nifas, di masa Rasulullah r) kami diperintahkan untuk mengqadha puasa dan kami tidak diperintahkan untuk mengqadha shalat.” [HR Muslim: 335 dan At-Tirmidzi: 720].
5- Alhijaamah (berbekam), batal puasanya orang yang membekam dan dibekam.
Dari Rafi` bin Khudaij bahwasanya Nabi  bersabda:
(( أَفْطَرُاْلحَاجِمِ وَالْمَحْجُوْمِ )).
“Telah berbuka (batal puasanya), orang yang membekam dan di bekam.” [HR Abu Dawud, Ibnu Majah dan yang lainnya. Lihat fatwa Ibnu Utsaimin: 19/ 22- 23].
6- Memasukan makanan atau minuman kedalam perut.
7- Menggunakan suntikan yang mengenyangkan atau mengandung zat makanan dan transfusi darah bagi orang yang berpuasa.
8- Barangsiapa niat berbuka dari puasanya, maka berarti dia telah berbuka dan batal puasanya, sekalipun ia tidak makan sesuatu makananpun.
Karena puasa adalah ibadah, sedangkan diantara syaratnya adalah niat, maka barangsiapa yang meniatkan diri untuk berbuka maka ia telah keluar dari niatnya yaitu niat ibadah puasa.
Nabi  bersabda:
(( إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَانَوَى )).
“Susungguhnya amalan-amalan itu tergantung pada niatnya, sesungguhnya seseorang itu memperoleh (pahala atau dosa) atas setiap apa yang ia niatkan.” [HR Al Bukhari dan Muslim].
9- Mengeluarkan mani dalam keadaan terjaga, dengan cara onani (mengeluarkan mani dengan anggota tubuh, hukumnya haram), atau dengan cara bersentuhan, ciuman atau sebab lainnya dengan sengaja. Karena perbuatan tersebut menyelisihi firman Allah U dalam hadits qudsi:
(( إِلاَّ الصِّيَامُ فَإِنَّهُ لِيْ وَأَنَا أَجْزِيْ بِهِ تَرَكَ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ وَشَرَابَهُ مِنْ أَجْلِيْ )).
“Kecuali puasa, itu untuk-Ku, Aku yang langsung membalasnya, ia telah meninggalkan syahwatnya, makan dan minumnya karena-Ku.”. [HR Al Bukhari dan Muslim].
10. Makan dan minum ketika telah jelas tiba fajar kedua (waktu adzan subuh).
Karena Allah U berfirman:
“Makan dan minumlah hingga terang bagimu benang putih, dari benang hitam, yaitu fajar, kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.” [Q.S Al-Baqarah: 187].
11- Murtad (orang yang keluar dari Islam). Perbuatan ini menghapuskan semua amal kebaikan. Allah U berfirman:
وَمَنْ يَكْفُرْ بِا اْْلإِيْمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ وَهُوَ فِي اْلآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ .
“Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum islam) maka terhapuslah amalannya dan ia dihari kiyamat termasuk orang-orang merugi.” [Q.S. Al-Maidah: 5].
Sebagai kesimpulan bahwa: sesuatu yang membatalkan puasa tidak lepas dari dua hal:
1. Memasukan sesuatu yang dapat bermanfaat, menambah gizi dan memperkuat tubuh seperti makan, minum dan mengkonsumsi sesuatu yang dapat menggantikan fungsi makan dan minum, atau memasukan sesuatu yang dapat membahayakan tubuh, seperti minum darah atau minuman keras.
2. Mengeluarkan sesuatu yang dapat melemahkan tubuh atau menambah letih, seperti mengeluarkan mani, haid dan nifas dsb.
PERKARA-PERKARA YANG TIDAK MEMBATALKAN PUASA.
1- Makan dan minum karena lupa, maka puasanya sah dan tidak ada qadha baginya.
Rasulullah  bersabda:
(( مَنْ نَسِيَ وَهُوَ صَائِمٌ فَأَكَلَ أَوْ شَرِبَ فَلْيُتِمْ صَوْمَهُ فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ الله ُوَسَقَاه ُ)).
“Barangsiapa yang lupa makan atau minum sedangkan ia sedang berpuasa, maka hendaklah ia menyempurnakan puasanya (melanjutkan puasanya dan tidak berbuka) karena sesengguhnya ia telah diberi makan oleh Allah U dan minum.” [Muttafaqun`Alaih].
2- Pagi-pagi dalam keadaan junub, baik junub karena bermimpi atau junub karena hubungan suami istri. Aisyah istri Nabi  menceritakan:
((كَانَ النَّبِيُّ  يُصْبِحُ جُنُباً مِنْ جِمَاعٍ غَيْرِ احْتِلاَمٍ ثُمَّ يَصُوْمُ رَمَضَانَ))
“Adalah Nabi  pada suatu pagi dalam keadaan junub karena jima` (hubungan suami istri) bukan karena ihtilam (bermimpi) kemudian Beliau  berpuasa Ramadhan.”
[Muttafaqun `Alaih].
3- Bersiwak.
Bersiwak adalah disyariatkan setiap saat baik dalam keadaan berpuasa maupun tidak, terlebih khusus lagi, diwaktu-waktu yang ada dasarnya dari Rasulullah  seperti:
a. Ketika hendak shalat, Rasulullah  bersabda:
(( لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِيْ لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَلاَةٍ ))"Seandainya tidak memberatkan atas umatku sungguh ku perintahkan kepada mereka untuk bersiwak setiap kali hendak shalat.” [HR Al Bukhari: 847 dan Muslim: 252].
b. Ketika berwudhu, Rasulullah  bersabda:
)( لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِيْ َلأََمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ مَعَ كُلِّ وُضُوْءٍ )).
“Seandainya tidak memberatkan atas umatku sungguh aku perintahkan kepada mereka untuk bersiwak pada setiap kali berwudhu.” [HR Al-Muwattha: 1/ 66].
c. Ketika hendak memasuki rumah, Aisyah istri Nabi  ketika ditanya:
(( بِأَيِّ شَيْءٍ كَانَ يَبْدَأُ النَّبِيُّ  إِذَا دَخَلَ بَيْتَهُ؟ قَالَتْ: بِالسِّوَاكِ ))
“Dengan sesuatu apakah Nabi  memulai ketika memasuki rumahnya? lalu Aisyah menjawab: dengan siwak.” [HR Muslim: 253].
d. Ketika bangun dari tidur, diriwayatkan dari Shahabat Hudzifah t ia berkata:
(( كَاَنَ النَّبِيُّ  إِذَاقَامَ مِنَ الَّلْيلِ يُشَوِّصُ فَاهُ بِالسِّوَاكِ )).
“Adalah Nabi  apabila bangun malam menggosok-gosok mulutnya dengan siwak.” [HR. Al Bukhari: 242 dan Muslim: 255].
e. Ketika hendak membaca al-Quran dan ketika berubah bau mulutnya.
Tentang fadhilah bersiwak Rasulullah  bersabda:
(( اَلسِّوَاكُ مُطَهَّرَةٌ لِلْفَمِّ مَرْضَاةٌ لِلرَّبِّ )).
“Siwak itu pensuci bagi mulut dan diridhai oleh Allah U.” [HR Al Bukhari, Ahmad, Ibnu Khuzaimah dan Addarimi].
4- Berkumur-kumur dan istinsyak (memasukan air kedalam hidung).
Berkumur-kumur dan istinsyak adalah perkara yang tidak membatalkan puasa, akan tetapi hendaknya tidak berlebihan dalam menghirup air supaya air tidak sampai tenggorokannya. Rasulullah  bersabda:
(( وَبَالِغْ فِي اْلِإسْتِنْشَاقِ إِلاََّ أَنْ تَكُوْنَ صَائِماً )) وَفِي ِروَايَةٍ (( وَبَالِغْ فِي اْلمَضْمَضَةِ وَاْلِإسْتِنْشَاقِ إِلاَّ أَنْ تَكُوْنَ صَائِما ً)).
“Bersungguh-sungguhlah ketika beristinsyak, kecuali bila engkau sedang berpuasa.” Dalam riwayat lain Rasulullah  bersabda: “Bersungguh-sungguhlah di dalam berkumur-kumur dan istinsyak kecuali bila engkau berpuasa.” [HR Abu Dawud: 142, Tirmizdi: 788, Ahmad: 4/ 33, Nasai`: 87 dan yang lainnya].
5- Orang yang puasa kemudian safar maka boleh berbuka puasa di siang Ramadhan, bahkan lebih utama berbuka daripada berpuasa jika puasa tersebut memberatkan bagi musafir, sekalipun ia safar dengan mengendarai pesawat atau kendaraan yang lainnya.
6- Periksa darah dan suntik yang tujuannya tidak memasukan zat makanan.
7- Mencicipi makanan, dengan syarat tidak masuk pada krongkongan.
8- Mandi atau renang dengan air dingin atau menuangkan air yang dingin di kepalanya.
Diriwayatkan dari Abu Bakar bin Abdurrahman t dari sebagaian Shahabat-Shahabat Nabi , ia berkata:
(( لَقَدْ رَيْتُ رَسُوْلَ الله ِ  بِالْعَرَجِ يَصُبُّ عَلَى رَأْسِهِ الْمَاءَ وَهُوَ صَائِمٌ مِنَ اْلعَطَشِ أَوْ مِنَ اْلحَرِّ )).
“Sungguh aku melihat Rasulullah  di Araj (nama sebuah tempat), Beliau  menuangkan air di atas kepalanya pada saat Beliau  sedang berpuasa karena kehausan atau kepanasan.” [HR Abu Dawud dan Ahmad].
9- Orang yang puasa kemudian ihtilam (mimpi basah) disiang hari, maka ia wajib mandi besar dan puasanya sah, karena keluar air maninya bukan atas usaha anggota tubuhnya dan tidak pula atas keinginannnya. Allah U berfirman:
َ لاَ يُكَلِّفُ الله ُنَفْساً إِلاَّ وُسْعَهَا.
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.”
[Q.S. Al-Baqarah: 286].
10- Tidak batal puasa seseorang jika melakukan sesuatu yang membatalkan puasa diantara pembatal-pembatal puasa karena tidak tahu hukum atau lupa. Allah U berfirman:
رَبَّنَالاَ تُؤَا خِذْنَا إِنْ نَّسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْْنَا..
“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah.” [Q.S. Al-Baqarah: 286].
10- Makan, minum dan hubungan suami istri pada malam hari sampai terbit fajar.
Allah U berfiraman:
“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan istri-istri kamu, mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.” [Q.S. Al-Baqarah: 187].
Berkata Ibnu Katsir Rahimahullah: Ini merupakan rukhshah (despensasi) dari Allah U untuk kaum muslimin, dan pengangkatan (hukum) perintah pada permulaan Islam. Dahulu apabila salah seorang diantara mereka telah berbuka, maka mereka dihalalkan makan, minum dan hubungan suami istri hanya sampai shalat isya atau tidur saja.
Oleh karenanya barangsiapa yang telah shalat isya atau tidur maka diharamkan atasnya makan, minum dan hubungan suami istri hingga datang malam berikutnya, lalu mereka merasakan beban yang berat karena hukum tersebut. Lalu Allah U menurunkan ayat diatas, merekapun (para Shahabat) sangat senang dengan turunya ayat tersebut, yang mana Allah U telah membolehkan kepada mereka makan, minum dan hubungan suami istri hingga terbit fajar kedua (yaitu fajar yang menunjukkan masuknya waktu shalat subuh yang ditandai dengan tersebarnya sinar putih).
11- Orang yang berpuasa boleh mencium istrinya dan bercengkrama dengannya, bagi suami yang bisa mengendalikan dirinya.
Aisyah istri Nabi  menceritakan:
(( كَانَ النَّبِيُّ  يُقَبِّلُ وَيُبَاشِرُ وَهُوَ صَائِمٌ وَكَانَ أَمْلَكَكُمْ لِإِرْبِهِ )).
“Adalah Nabi  mencium dan mencumbui (istrinya) padahal Beliau  sedang berpuasa, dan adalah Beliau  (manusia) diantara kalian yang paling bisa mengendalikan diri.” [Muttafaqun`Alaih].
Dari Umu Salamah istri Rasulullah  ia menceritakan:
(( أَنَّ النَّبِي َّ كَانَ يُقَبِّلُهَا وَهُوَ صَائِمٌ )).
“Adalah Rasulullah  menciumnya (Umu Salamah) sedangkan Beliau  dalam keadaan puasa.” [HR Al Bukhari. Fathul Bari: 4/ 152].
Dua hadits diatas jelaslah bahwa mencium istri bagi orang yang sedang puasa atau bercengkrama dengannya, hukumnya boleh dan puasanya sah tidak batal dengan syarat ia bisa mengekang hawa nafsunya dan tidak khawatir keluar maninya atau madzinya disebabkan mencium atau bercengkrama, maka jika dua syarat diatas tidak bisa ia elakan, maka wajib baginya meninggalkan perbuatan tersebut, karena menjaga puasa agar tidak batal, adalah perkara yang dituntut dan wajib.
BEBERAPA GOLONGAN YANG MENDAPATKAN RUKHSHAH UNTUK TIDAK PUASA RAMADHAN.
1- Orang yang sakit bila ia berpuasa menjadikan mudharat bagi dirinya, bukan sakit ringan, seperti flu, pusing ringan dan sebagainya.
2-Musafir (orang yang mengadakan perjalanan).
Musafir boleh berbuka jika terpenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Jarak safar yang ditempuh adalah jarak yang diperbolehkan untuk mengqashar shalat menurut Jumhur (Mayoritas) Ulama, yaitu sejauh 48 mil sama dengan kurang lebih 80 km. [Majmu` Fatawa li Syaikh bin Baz: 12/ 267], atau apa yang disebut safar secara urf (kebiasaan masyarakat).
b. Orang yang akan mengadakan safar, telah meninggalkan tempat atau Negeri yang ia tinggal di dalamnya. Jumhur Ulama melarang kepada orang yang akan melakukan safar berbuka sebelum keluar dari Negeri yang ia tinggal di dalamnya, karena orang tersebut belum termasuk kategori musafir.
c. Hendaknya safar tersebut bukan safar dalam rangka berbuat maksiat. (hal ini menurut Jumhur Ulama).
d. Hendaknya safar tersebut bukan bertujuan supaya dihalalkannya berbuka.
Dua golang diatas (orang yang sakit dan musafir), adalah rukhshah yang Allah U berikan kepada mereka, berdasarkan Firman-Nya:
 فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيْضاً أَوْعَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَر.
“Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka) maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.” [Q.S. Al-Baqarah: 184].
3- Wanita haidh dan nifas.
Adapun dasar tidak wajibnya berpuasa bagi wanita yang haidh dan nifas adalah hadits Abu Said t, bahwa ia berkata, bersabda Rasulullah :
(( أَلَيْسَ إِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ وَلَمْ تَصُمْ؟ فَذَلِكَ نُقْصَانُ دِيْنِهَا ))
“Bukankah apabila ia (wanita) haidh tidak shalat dan tidak puasa? maka itulah (sebab) kurang agamanya.” [HR. Al Bukhari: 4/ 108/ 1951].
Maka jika wanita haidh dan nifas berpuasa, puasanya tidaklah diterima bahkan berdosa karena diantara syarat sahnya puasa adalah suci dari haidh dan nifas, hanya bagi wanita yang haidh dan nifas diwajibkan mengqada.
Berdasarkan hadits `Aisyah ia berkata:
((كَانَ يُصِيْبُنَا ذَلِكَ فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلاَ نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلاَةِ )).
“Adalah kami mengalami hal itu (haidh dan nifas) kami diperintahkan untuk mengqadha puasa dan kami tidak diperintahkan mengqadha shalat.” [HR Muslim: 335 dan At-Tirmidzi: 720].
4- Wanita yang hamil dan menyusui.
Wanita yang hamil dan menyusui jika mereka tidak mampu puasa atau takut akan kesehatan janinnya atau anaknya maka dua golongan ini boleh berbuka dan wajib atasnya membayar fidyah. Pendapat ini berdasarkan fatwa Shahabat Ibnu Abbas t dan yang lainnya diantara para Shahabat, Ibnu Abbas t berkata:
((وَاْلحُبْلَى وَالْمُرْضِعُ إِذَا خَافَتَا أَفْطَرَتَا وَأَطْعَمَتَاكُلَّ يَوْمٍ مِسْكِيْن))
“Wanita yang hamil dan menyusui apabila khawatir (akan kesehatan anaknya) maka mereka boleh berbuka dan memberi makan setiap harinya seorang miskin.” [Sanadnya kuat dan Baihaqi: 4/ 230 shahih dikuatkan oleh Al- Bani didalam Irwa: 912 dan Al Bukhari]
Dan juga diriwayatkan dari Shahabat Ibnu Abbas t ia berkata:
(( إِذَا خَافَتِ اْلحَامِل عَلَى نَفْسِهَا وَالْمُرْضِعُ عَلَى وَلِدِهَا فِى َرمَضَانَ قَالَ: يُفْطِرَانِ وَيُطْعِمَانِ مَكَانَ كُلِّ يَوْمٍ مِسْكِيْناً وَلاَ يَقْضِيَانِ صَوْمَا )).
“Apabila wanita hamil ia khawatir atas dirinya dan wanita yang menyusui (khawatir atas kesejahteraan) anaknya pada bulan Ramadhan, Beliau (Ibnu Abbas) berkata: Maka keduanya boleh tidak puasa dan mereka memberi makan sebagi ganti puasa, setiap harinya seorang miskin dan mereka tidak mengqadha puasanya.” [Shahih, dikuatkan oleh al-Albani didalam Irwa-nya: 4/ 19 At- Tabrani: 2758 dan ia berkata sanadnya shahih atas syarat Muslim, lihat Zaadul Ma`ad: 2/29].
Dari Nafi` ia berkata:
(( كَانَتْ بِنْتُ ِلابْنِ عُمَرَ تَحْتَ رَجُلٍ مِنْ قُرَيْشٍ وَكَانَتْ حَامِلاً فَأَصَابَهَا عَطْشٌ فِي رَمَضَانَ فَأَمَرَهَا ابْنُ عُمَرَ أَنْ تُفْطِرَ وَتُطْعِمَ عَنْ كُلِّ يَوْمٍ مِسْكِيْناً )).
“Adalah putri Ibnu Umar dibawah tanggungan seorang laki-laki dari Quraisy (suami putrinya Ibnu Umar dari suku Quraisy) adalah putri Ibnu Umar hamil, maka hauspun menimpa padanya pada saat ia puasa Ramadhan, maka Ibnu Umar memerintahkan putrinya supaya berbuka puasa dan memberi makan pada tiap harinya (yang ia tidak puasa) seorang miskin.” [Shahih isnadnya, Irwa: 4/ 20 dan Daruquthni: 2/ 207/ 15].
Diantara Ulama berpendapat, bahwa wanita yang hamil dan menyusui, apabila mereka khawatir akan kesehatan atau keselamatan dirinya dan anaknya, maka dua golongan ini boleh tidak puasa dan wajib baginya mengqadha saja tanpa membayar fidyah. Pendapat ini berdasarkan firman Allah U dalam surat al-Baqarah: 184, yaitu bahwa wanita yang hamil dan menyusui dihukumi atau digolongkan, golongan orang-orang yang sakit. Diantara sebagain Ulama juga ada yang berpendapat wajib atas mereka (wanita hamil dan haidh), mengqadha dan membayar fidyah.
5- Orang-orang yang lemah berpuasa, disebabkan karena sudah lanjut usia ataupun karena sakit yang tidak bisa diharapkan kesembuhannya. Maka golongan ini boleh tidak puasa dan wajib atasanya memberi makan setiap harinya seorang miskin. Berdasarkan firman Allah U :
وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْن .
“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin.” [Q.S. Al-Baqarah: 184].
Dari `Atha bahwasannya ia mendengar Ibnu Abbas t membaca ayat ini [Q.S. Al-Baqarah: 184), lalu Ibnu Abbas t mengatakan:
(( لَيْسَتْ بِمَنْسُوْخَةٍ هُوَ الشَّيْخُ اْلكَبِيْرُ وَالْمَرْأَةُ الْكَبِيْرَة ُ لاَ يَسْتَطِعَانِ أَنْ يَصُوْمَا فَلْيُطْعِمَانِ مَكَانَ كُلِّ يَوْمٍ مِسْكِيْناً )).
“(Ayat ini) Tidaklah dihapus (hukumnya), yaitu laki-laki dan perempuan yang sudah lanjut usia yang mereka sudah tidak mampu lagi untuk berpuasa, maka mereka (berkewajiban) memberi makan sebagai ganti puasa setiap harinya seorang miskin.” [Shahih, Irwa: 4/19 dan al- Bukhari: 8/ 179/ 4505].
KADAR MAKANAN YANG WAJIB DIKELUARKAN.
Diriwayatkan dari Shahabat Anas Bin Malik t:
(( أَنَّهُ ضَعِفَ عَنِ الصَّوْمِ عَاماً فَصَنَعَ جُفْنَةَ ثَرِيْدٍ وَدَعَا ثَلاَ ثِيْنَ مِسْكِيْناً فَأَشْبَعَهُم ْ)).
“Bahwasannya ia (Anas t) lemah untuk berpuasa satu tahun, maka ia membuat adonan roti dengan mangkok besar, lalu ia mengundang tiga puluh orang-orang miskin hingga mereka kenyang.”
Para Ulama fiqih menambah/ menggabungkan empat golongan yang mendapatkan udzur boleh berbuka atau tidak berpuasa, empat golongan itu mereka adalah:
1- Alharom (pikun), yaitu orang yang sudah lanjut usia dan sudah hilang tamyiznya (tidak bisa membedakan antara yang baik dan yang buruk). Maka puasa tidak wajib baginya dan tidak pula membayar fidyah, karena ia telah gugur beban taklifnya (kewajiban untuk menjalankan syariat) disebabkan hilangnya tamyiz pada dirinya.
2. Orang yang butuh berbuka dalam rangka menolak atau menolong marabahaya orang lain, seperti menyelamatkan orang muslim yang tenggelam atau kebakaran atau yang semisalnya, maka ia boleh berbuka dan ia wajib mengqadhanya.
3- Orang yang sangat lapar dan dahaga hingga ia takut jika tidak berbuka maut menjemputnya. Maka ia boleh berbuka, bahkan wajib berbuka, karena Allah U melarang seseorang mencampakkan dirinya di dalam kebinasaan dan ia wajib mengqadhanya.
4- Orang yang dipaksa untuk berbuka sedangkan ia tidak bisa mengelaknya. Maka ia boleh berbuka dan ia wajib mengqadhanya.
SHIYAM ATTATHOWWU` (PUASA-PUASA SUNNAH).
1- Puasa enam hari dibulan Syawwal.
Rasulullah  bersabda:
(( مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتاًّ مِنْ شَوَّالَ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ ))
“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan lalu menyambungnya dengan (puasa) enam hari di bulan Syawal , maka (pahalanya) seperti ia berpuasa selama satu tahun.” [HR Muslim].
2- Puasa hari `Arafah bagi orang yang tidak menjalankan ibadah haji.
Dari Abu Qatadah t ia berkata: Rasulullah  ditanya tentang puasa hari `Arafah maka Beliau  menjawab:
(( يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَاْلبَاقِيَة َ)).
“Puasa hari `Arafah itu menghapuskan (dosa-dosa) satu tahun yang telah berlalu dan satu tahun yang akan datang”. [HR Muslim: 2/ 818 no: 1162 didalam shahihnya, Al-Irwa: 955]
Dalam riwayat lain dari Abu Qatadah t bahwasanya Nabi  bersabda:
(( صَوْمُ يَوْمَ عَرَفَةَ يُكَفِّرُ سَنَتَيْنِ: مَاضِيَةً وَمُسْتَقْبَلَة ً))
“Puasa hari `Arafah itu menghapuskan (dosa-dosa) dua tahun: yang sudah berlalu dan yang akan datang.” [HR Al Bukhari dan Abu Dawud].
3- Puasa hari `ِِAsyura (10 Muharram) dan satu hari sebelumnya.
Dari Abu Qatadah t ia berkata: Rasulullah  ditanya tentang puasa hari `Asyura maka Beliau  bersabda:
(( وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمُ عَاشُوْرَاء؟ فَقَالَ : (( يُكَفِّرُ السَّنَّةَ اْلمَاضِيَةَ ))
“Dan Beliau  ditanya tentang puasa hari `asyura, maka Beliau  bersabda: “Puasa `Asyura itu menghapuskan (dosa-dopsa) satu tahun yang telah berlalu.” [HR Muslim: 2/ 818/ 1162 dan didalam shahih Al- Irwa oleh Syaikh al-Albani: 955].
Dalam riwayat lain juga dari Abu Qatadah t ia berkata, bahwasannya Nabi  bersabda tentang puasa `Asyura:
(( إِنِّيْ أَحْتَسِبُ عَلَى الله ِأَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَالَّتِيْ قَبْلَهُ )).
“Aku berharap kepada Allah (puasa `Asyura itu) menghapuskan dosa satu tahun yang telah berlalu.” [HR Muslim, Ahmad dan Baihaqi].
4- Puasa Muharam.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah t ia berkata, Bersabda Rasulullah :
(( أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ الله ِالْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الْفَرِيْضَةِ صَلاَ ةُ الَّلْيلِ )).
“Seutama-utama puasa setelah (puasa) Ramadhan adalah (puasa) bulan Allah muharam, dan seutama-utama shalat setelah shalat fardhu adalah shalat malam.” [HSR Abu Dawud: 2122 dan Muslim: 2/ 821/ 1163].
5- Puasa Sy`aban.
Dari Aisyah ia berkata:
(( مَا رَأَيْتُ رَسُوْلَ الله ِ  اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ قَطٌّ إِلاَّ شَهْرُ رَمَضَانَ وَمَا رََأَيْتُ فِي شَهْرٍأَكْثَرَ مِنْهُ صِيَاماً فِي شَعْبَانَ ))
“Tidaklah aku melihat Rasulullah  betul- betul menyempurnakan puasa satu bulan penuh kecuali Beliau  (puasa) di bulan Ramadhan, dan tidaklah aku melihatnya (Rasulullah ) memperbanyak puasa dalam satu bulan kecuali, di bulan Sya`ban.” [Muttafaqun `Aaih].
6- Puasa senin dan kamis.
Dari Shahabat Usamah bin Zaid t ia berkata:
(( إِنَّ نّبِيَ اللهِ ِ كَانَ يَصُوْمُ يَوْمُ اْلِإثْنَيْنِ وَالْخَمِيْسِ وَسُئِلَ عَنْ ذَلِكَ فَقَالَ: إِنَّ أَعْمَالَ اْلعِبَادِ تُعْرَضُ يَوْمُ اْلإِثْنَيْنِ وَاْلخَمِيْسِ فَأُحِبُّ أَنْ يُعْرَضَ عَمَلِيْ وَأَنَا صَائِمٌ ))
“Sesungguhnya Nabiyullah  ia berpuasa hari senin dan kamis, Beliau  ditanya tentang hal itu, maka beliau  menjawab: “Sesungguhnya amal-amal hamba (pada hari itu) diperlihatkan pada hari senin dan kamis, maka akupun senang untuk dilihat amalku sedangkan aku berpuasa.” [Abu Dawud dan Nasai`].
7- Puasa tiga hari setiap bulan yaitu disebut shaum ayyamul biedh (puasa hari-hari putih).
Diriwayatkan dari Abdullah bin Amr t ia berkata:
(( قَالَ لِيْ رَسُوْلُ الله ِِ: صُمْ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ ثَلاَثَة َأَيَّامٍ فَإِنَّ الْحَسَنَةَ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا وَذَالِكَ مِثْلَ صِيَامِ الدَّهْرِ ))
“Rasulullah  berwasiat kepadaku: “Berpuasalah pada setiap bulan tiga hari, karena satu kebajikan dibalas sepuluh kali lipatnya, dan yang demikian itu seperti puasa satu tahun.” [Muttafaqun `Alaih].
Diriwayatkan dari Abu Dzar t ia berkata: Rasulullah  bersabda:
(( يَا أَبَا ذَرٍّ إِذَا صُمْتَ مِنَ الشَّهْرِ ثَلاَ ثَة َأَيَّامٍ فَصُمْ ثَلاَ ثَةَ عَشْرَةَ وَأَرْبَعَ عَشْرَةَ وَخَمْسَ عَشْرَةَ )).
“Wahai Abu Dzar, apabila kamu berpuasa tiga hari pada setiap bulan, maka berpuasalah (pada hari/ tanggal) yang ke tiga belas, empat belas dan lima belas.” [HR Tirmidzi: 2/ 130/ 758, An-Nasai`: 3/222, Abu Dawud dan Ibnu Majah, Shahih Jaami al-Shaghir: 7817].
Dari Abu Hurairah t ia berkata:
(( أَوْصَانِيْ خَلِيْلِي ْ بِصِيَامِ ثَلاَ ثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ وَرَكْعَتَيْ الضُّحَى وَأَنْ أُوْتِرَ قَبْلَ أَنْ أَنَامَ )).
“Kekasihku berwasiat kepada ku supaya aku berpuasa tiga hari setiap bulan, dan (shalat) dua rekaat dhuha serta (shalat) witir sebelum tidur.” [HR Al Bukhari dan Muslim].
8- Puasa sehari dan berbuka sehari (Puasa Nabi Dawud).
Dari Abdullah bin Amr t, Bahwasannya Nabi  bersabda:
(( أَحَبُّ الصِّيَامِ إِلَى الله ِصِيَامَ دَاوُدَ كَانَ يَصُوْمُ يَوْماً وَيُفْطِرُ يَوْماً )).
“Puasa yang paling dicintai oleh Allah adalah puasa Nabi Dawud, ia berpuasa sehari dan berbuka sehari.” [Muttafaqun `Alaih].
9- Puasa sepuluh hari Dzulhijjah, ya`ni puasa selama sembilan hari pada awal Dzulhijah, yang paling afdhal tanggal 9 (hari `Arafah) bagi yang tidak melaksanakan ibadah haji.
Dari Hunaidah bin Khalid t dari istrinya dari sebagaian diantara istri-istri Nabi  ia (diantara istri Nabi ) berkata:
(( كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ِ يَصُوْمُ تِسْعَ ذِي الْحِجَّةِ وَيَوْمَ عَاشُوْرَاء وَثَلاَ ثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ وَأَوَّلَ اثْنَيْنِ مِنَ الشَّهْرِ وَالْخَمِيْسِ ))
“Adalah Rasulullah r ia berpuasa sembilan Dzulhijjah, pada hari `Asyura, tiga hari setiap bulan dan permulaan hari senin setiap bulan dan kamis.” [HSR Abu Dawud: 2129, dan Nasai: 4: 220].
HARI-HARI YANG DILARANG UNTUK BERPUASA.
1- Puasa pada dua hari raya: `iedul fitri dan adha.
Dari Abu Ubaid budak Ibnu Azhar ia berkata:
(( شَهِدْتُ اْلعِيْدَ مَعَ عُمَرَابْنِ الْخَطَّابِ فَقَالَ: هَذَانِ يَوْمَانِ نَهَى رَسُوْلُ الله ِ عَنْ صِيَامِهِمَا: يَوْمُ فِطْرِكُمْ مِنْ صِيَامِكُمْ وَالْيَوْمُ اْلآخَرُ تَأْكُلُوْنَ فِيْهِ مِنْ نُسُكِكُمْ )).
“Aku menyaksikan (shalat) `ied bersama Umar Ibnu Al-Khathab ia berkata: Ini adalah dua hari dimana Rasulullah  melarang puasa padanya (yaitu): Pada hari kalian berbuka dari puasa kalian (`iedul fitri) dan yang lain (pada hari) kalian makan padanya dari sembelihan kalian (`iedul adha).” [Muttafaqun `Alaih].
2-Puasa Hari-hari Tasyrik (yaitu puasa pada tanggal 11,12 dan 13 Dzulhijjah).
Puasa pada hari-hari tasyrik hukumnya haram, tidak sah puasanya bahkan berdosa, kecuali bagi yang sedang menjalankan ibadah haji tamattu` atau qiran sedangkan ia tidak mendapatkan hadyu (hewan sembelihan untuk qurban), maka ia berkewajiban puasa 3 hari ketika sedang menjalankan ibadah haji dan 7 hari setelah kembalinya dari ibadah haji. [lihat Q.S. Al-Baqarah: 196].
Rasulullah  bersabda:
(( أَيَّامُ مِنَى أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ ))
“Hari-hari mina adalah hari-hari makan dan minum.” [HR Muslim dan Ahmad].
Sahabat Ibnu Umar t dan Aisyah istri Nabi , mereka meriwayatkan:
(( لَمْ يُرَخِّصْ فِي أَيَّامِ التَّشْرِيْكِ أَنْ يَصُمْنَ إِلاَّ لِمَنْ لَمْ يَجِدِ الْهَدْيَ ))
“(Rasulullah ) tidak memberikan rukhsah berpuasa pada hari-hari tasyrik kecuali bagi orang yang tidak mendapatkan hadyu.” [HR Al Bukhari dan Muslim].
3- Puasa (puasa menahun/ puasa tanpa berbuka.
Rasulullah  bersabda:
(( لاَصَامَ مَنْ صَامَ اْلأَبَدِ )).
“Tidaklah (dianggap) puasa bagi orang yang puasa selama-lamanya.” [HR Al Bukhari dan Baihaqi].
Dalam Riwayat lain Nabi  bersabda:
(( لاَصَامَ وَلَا أَفْطَرَ )).
“Tidaklah (terhitung) puasa bagi orang yang tidak berbuka.” [HR. Muslim].
4- Puasa hari jum`at saja.
Puasa hanya hari jum`at saja hukumnya dilarang, akan tetapi barangsiapa yang menjalankan puasa Nabi Dawud yaitu sehari puasa dan sehari berbuka, jika puasanya bertepatan dengan hari jum`at maka tidak termasuk terkena larangan pada hadits dibawah ini, yang melarang puasa hari jum`at saja dan juga puasa Dawud ada dasarnya dari Rasulullah  bahkan seafdhal-afdhal puasa sunnah.
Dari Abi Hurairah t ia berkata: Aku mendengar Nabi  bersabda:
(( لاَ يَصُوْمُ أَحَدُكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ إِلاَّ يَوْماً قَبْلَهُ أَوْبَعْدَهُ ))
“Janganlah salah seorang diantara kamu berpuasa hari jumat, melainkan jika ia berpuasa sebelumnya atau setelahnya.” [Muttafaqun `Alaih].
5- Puasa Hari Syak.
Hari syak yaitu hari yang ketiga puluh dari bulan sya`ban, apabila di langit tidak terlihat munculnya hilal disebabkan adanya penghalang berupa awan atau mendung atau penghalang yang lainnya.
Diriwayatkan dari Shahabat Ammar bin Yasir t ia berkata:
(( مَنْ صَامَ الْيَوْمَ اَّلذِيْ شَكَّ فِيْهِ فَقَدْ عَصَى أَبَا اْلقَاسِمِ ))
“Barangsiapa yang berpuasa pada hari syak padanya, maka sungguh ia telah bermaksiat kepada Abu Qaasim (Rasulullah ).” [HR Abu Dawud, At-Tirmidzi dan Hakim dengan derajat yang shahih].
6- Puasa sebelum Ramadhan sehari atau dua hari bertujuan ikhthiyat (Jaga-jaga/ hati-hati) kalau-kalau sudah masuk Ramadhan.
Diriwayatkan dari Shahabat Abu Hurairah t, bahwasannya Rasulullah  bersabda:
(( لاَيَتَقَدَّ مَنَّ أَحَدُكُمْ رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ أَوْيَوْمَيْنِ إِلاَّ أَنْ يَكُوْنَ رَجُلٌ كَانَ يَصُوْمُ صَوْمَهُ ذَلِكَ الْيَوْمِ )).
“Janganlah salah seorang diantara kalian mendahului Ramadhan dengan berpuasa sehari atau dua hari, kecuali bagi seseorang yang (terbiasa) berpuasa (sedangkan) puasanya (bertepatan dengan hari itu), maka hendaklah ia berpuasa hari itu.” [Muttafaqun `Alaih].
Akan tetapi bila seseorang sudah terbiasa puasa kemudian puasanya bertepatan dengan hari menjelang Ramadhan, seperti puasa senin kamis atau puasa-puasa sunnah yang lainnya maka tidak mengapa dan puasanya sah.
7- Puasa sunnah bagi seorang istri tanpa seizin suami.
Dari Abu Hurairah t ia berkata, bersabda Rasulullah :
(( لاَ تَصُمِ اْلمَرْأَةُ وَبَعْلُهَا شَاهِدٌ إِلاَّ بِإِذْنِهِ غَيْرَ رَمَضَانَ ))
“Janganlah seorang istri berpuasa selain puasa Ramadhan sedangkan suaminya ada kecuali atas seizinnya.” [Muttafaqun `Alaih].
HADITS-HADITS DHA`IF SEPUTAR RAMADHAN.
Beberapa hadits dha`if (lemah) yang tersebar di masyarakat yang perlu penulis sebutkan agar kaum muslimin tidak menjadikannya sebagi dasar landasan beribadah, karena hukum asal ibadah adalah dilarang, kecuali bila ada perintah dari Allah U dan Rasul-Nya, dan agar kita terhindar dari ancaman berdusta atas nama Nabi , yang mana Nabi  bersabda:
(( مَنْ كَذَّبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّداً فَلْيَتَبَوَّأْْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ )).
“Barangsiapa yang berdusta kepadaku dengan sengaja, maka persilahkan tempat duduknya dari api Neraka.” [HR Muslim]. Karenanya hadits yang dhi`if tidak sah dari Nabi . Diantara hadits-hadits yang dhai`f seputar Ramadzan adalah:
1- Hadits tentang:
(( نَوْم ُالصَّائِمِ عِبَادَةٌ )).
“Puasanya orang yang berpuasa adalah ibadah.”
Hadis ini lemah, diriwayatkan oleh Ibnu Mandah dari Ibnu Umar t dan Baihaqi dari Abdullah bin Abi Auf, Hadits tersebut telah didhaifkan oleh Hafidz Al-`Iraqi dalam ta`liqya terhadap kitab: Ihya Ulumuddin, lil Ghazali.
2-Hadits tentang:
(( مَنْ أَفْطَرَ يَوْماً مِنْ رَمَضَانَ مِنْ غَيْرِ عُذْرٍ لَمْ يُجْزِهُ صِياَمُ الدَّهْرِ كُلِّهِ وَلَوْصَامَهُ )).
“Barangsiapa yang berbuka satu hari pada bulan Ramadzan tanpa ada udzur, tidaklah cukup (sekalipun) ia berpuasa satu tahun penuh.”
Hadits ini dhai`f, diriwayakan oleh beberapa perawi hadits, dari hadits Abu Hurairah t dari jalan Abu Al-Muthawwas orang ini tidak dikenal dikalangan hali hadits.
3- Hadits tentang:
((صُوْمُوْا تَصِحُّوْا )).
“Berpuasalah kalian niscaya kalian sehat.”
Hadits ini dha`if bahkan dha`if sekali, diriwayatkan oleh Ibnu Adi dan At-Tabrani didalam kitabnya mu`jam aushath.
4- Hadits tentang:
(( أَتَاكُم ْشَهْرُ رَمَضَانَ....... إِلَى قَوْلِهِ: قَدْ أَظَلَّكُمْ شَهْرٌ عَظِيْمٌ مُبَارَكٌ جَعَلَ الله ُصِيَامَهُ فَرِيْضَةٌ وَقِيَامُ لَيْلِهِ تَطَوُّعاً مَنْ أَتَى فِيْهِ بِخَصْلَةٍ مِنَ الْخَيْرِ كَانَ كَمَنْ أَدَى فَرِيْضَةٍ فِيْمَا سِوَاهُ وَهُوَ شَهْرٌ أَوَّلُهُ رَحْمَةٌ وَأَوْسَطُهُ مَغْفِرَةٌ وَآخِرُهُ عِتْقٌ مِنَ النَّارِ )) إلخ ماروي.
“Bulan Ramadzan telah datang kepada kalian…..hingga perkataan: Sungguh bulan yang agung serta bulan yang diberkati menaungi kalian, Allah U jadikan puasanya suatu kewajiban, dan qiyamullailnya sebagai sunnah, barangsiapa yang datang padanya dengan membawa seikat dari kebaikan, adalah ia bagaikan telah menunaikan sebuah kewajiban terhadap selainnya, barangsiapa yang menunaikan sebuah kewajiban padanya, adalah ia bagaikan menuniakan tujuh puluh kebaikan dari selainnya, yaitu bulan yang pada permulaannya adalah rahmah (kasaih sayang), dan pertengahannya adalah ampunan dan pada penghujungnya adalah pembebasan dari pada api Neraka.” Hingga akhir hadits yang diriwayatkan
Hadits diatas adalah hadits yang dha`if, pada sanadnya terdapat Ali bin Zaid bin Jad`an orang ini dha`if. Berkata Abu Hatim: Ini adalah hadits yang mungkar. Dan juga telah dinukil oleh para Ulama yang lainnya tentang kedha`ifan hadits tersebut.
5- Hadits tentang:
(( إِنًَّ لِلصَّائِمِ عِنْدَ فِطْرِهِ دَعْوَةٌ مَا تُرَدُّ )).
“Sesungguhnya bagi orang yang berpuasa ketika sedang berbuka ada do`a yang tidak akan ditolak.”
Hadits diatas diriwayatkan oleh Ibnu Majah: 1753 (2/ 350 dan yang lainnya, didhaifkan oleh Syaikh al-Albani didalam kitabnya Al-Irwa: 921 dan Tamamul Minnah: 415, sebab lemahnya hadits ini karena adanya perowi yang bernama Ishaq Ibnu Abdillah al-Madani, lihat Zaadul Ma`ad karya Ibnu Qayyim: 2/ 49.
Hadits tentang:
(( أَفْضَلُ الصَّدَقَةِ فِي رَمَضَانَ ) ).
“Seutama-utama shadaqah adalah, shadaqah di bulan Ramadhan.”
Hadits diatas diriwayatkan oleh Munawi dalam Faidhul Qadir: 2/ 38 dan Imam Suyuthi: di Jaami` Shaghir dan Kanzul `Ummal: 16249, yaitu Hadits dhaif dan didhaifkan oleh Syaikh al-Albani dalam Dha`if Jaami` Assaghir: 1117.
والله أعلم بالصواب وصلى الله على نبينامحمد وعلى آله وسلم.
BIOGERAFI PENULIS
Nama Dan Nasab Beliau
Dia Adalah Abu Hamzah Qisman Abdul Mujieb bin Hasan bin Yasrani al-Banjary al-Atsary
Tempat Kelahirannya
Dia adalah sosok hamba Allah U yang dilahirkan disebuah kampung kecil dilereng Gunung Tompomas, nama kampung: Wiradrana, Desa: Majalengka, Kecamatan Bawang, Kabupaten Banjarnegara Jawa Tengah Indonesia. Lahir pada Tahun 1978/ 8/ 5 M.
Ia tumbuh hidup dalam keadaan yatim, Ayah andanya meninggal dunia ketika ia masih berusia 5 th, Ayah andanya meninggal di Sulawesi dan di kebumikan disana.
Perjalanan Thalabul `Ilmi
Perjalanan beliau didalam menuntut ilmu:
MI Cokroaminoto Wiradrana, Majalengka, Bawang, Banjarnegara, Jateng.
MTS Muhammadiyyah Sarwadadi, Kec: Pejawaran, Kab: Banjarnegara Jateng.
Ponpes Al-Furqan Al-Islamy, Srowo, Sidayu, Gresik Jatim.
Ponpes Tahfidzul Qur`an Imam Syafi`i, Bangkalan, Madura , Jatim.
Ponpes Ta`hiluddu`at
PENUTUP
Segala puji hanya milik Allah U semata, yang berkat nikmat-Nya menjadi sempurna segala kebajikan, Puji-pujian hanya kepunyaan Allah U semata yang telah memberikan taufiq-Nya kepada ummat Islam sehinnga mereka mampu melaksanakan puasa, qiyamullail, berdzikir membaca al-Qur`an dan amalan-amalan kebajikan yang lainnya. Segala puji milik Allah U semata, dengan tafiq-Nya serta fadhilah dari pada-Nya, kami bisa menyelesaikan risalah ini dalam rangka untuk dipersembahkan kepada saudara-saudaraku seIslam sebangsa dan setanah air yang berada di Negeri ini (Saudi Arabia) dan juga kami persembahkan pula kepada saudara dan saudariku seIslam yang berada ditanah air, tentunya kepada setiap muslim yang membutuhkannya sebagi bekal beramal dibulan Ramadzan yang diberkati, buku ini menerangkan keutamaan dan kekhususan bulan suci, menjelaskan tata cara berpuasa serta manfaat-manfaatnya sebagai motifasi meraih ganjaran yang dilipatgandakannya. Demikian pula menerangkan hal-hal yang membantu kaum muslimin dalam melaksanakan berbagai bentuk ibadah yang disyariatkan sesuai dengan ajaran al-Qur`an dan Assunnah dengan pemahaman shalafus shaleh.
والله أعلم بالصواب
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وأصحابه أجمعين
Penulis
Al-Faqier ila `afwi Rabbih U
Abu Hamzah Qisman Abdul Mujieb al-Atsary al-Banjary
DAFTAR MARAJI` (REFERENSI)
Mushaf Al-Qur`an Al-Karim;
Al-Qur`an dan Terjemahnya;
Fathul Bari syarah Shahih Bukhari;
Shahih Muslim dan Syarahnya;
Majmu` Fatawa li Syaikh Utsaimin;
Fatawa Lajnah Da`imah;
Al-Mulakhas Al-Fiqh karya Syaikh DR. Shaleh al-Fauzan;
Mukhtashar Al-Fiqih Al-Islami karya Syaikh Muhammad At-Ttuwaijiri;
Bahjatunna dzirin Syarah Riyadhushalihin karya Syaikh Salim bin `Ied al-Hilali;
Ruh Asshiyam wa Ma`anihi karya Syaikh DR Abdul Aziz Musthafa Kamil;
Risalah Ramadzan karya Syaikh Abdullah al-Jarullah;
Ramadzan Thariquna ilal jannah, Fatawa Ibnu Baz, Ibnu Utsaimin dan Ibnu Jibrin, Darul Wathan Linnasyr;
Fushul Fi As-Shiyam Wattarawih Wazzakat, Karya Fadhilah Assyaikh Muhammad Al-Utsaimin;
Bulughul Maram, karya Imam Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani;
Assiyam, karya Muhammad bin Ibrahim At-Tuwayjiri;
Min Ahkam Asshiyam, Karya Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah al-Arrajihi;
Sab`uuna Mas`alah Fi Asshiyam, karya Syaikh Muhammad Shaleh al-Munajid;
Ta`allim Fiqh Assyiyam, karya Syaikh Majid bin Su`ud Ali Ausyan;
Fadhail Ramadhan Wa Ahkam Assyiyam, oleh Qismu Attarjamah Bil Maktab Atta`awuni Lidda`wah Wal-Irsyad Wa Tau`iyah Al-Jaliyat Bi Al-Sulay;
Al-Wajiz, Karya Syaikh Abdul Adhim Bin Badawy.

Tidak ada komentar: